2 Orang Bunuh Diri di Jembatan Suramadu, dr Brihastami Ungkap Data Mengejutkan
jpnn.com, SURABAYA - Dalam satu pekan lalu ada dua orang melakukan bunuh diri di Jembatan Suramadu dengan cara yang hampir sama.
Kejadian pertama pada Senin (6/9), di mana seorang pria warga Bangkalan inisial WD (53), diduga melompat dari bentang tengah jembatan.
Aksi bunuh diri juga dilakukan pria insial M (30) warga Sampang yang berdomisili di Surabaya pada Kamis (9/9).
Menanggapi kejadian itu dr Brihastami Sawitri, selaku spesialis kedokteran jiwa RS Unair Surabaya, mengatakan selama masa pandemi COVID-19 satu dari lima orang di Indonesia mengaku memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Hal itu berdasarkan swaperiksa terhadap 4.010 orang yang dilakukan oleh PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia).
"Pikiran seperti mayoritas tumbul saat usia muda 19-29 tahun. Sebanyak 15 persen dari mereka memikirkannya setiap hari dan 20 persen lainnya beberapa hari dalam seminggu," kata Dokter Brihastami Sawitri dalam keterangan tertulis, Senin (13/9).
Menurut catatan WHO pada 2019, satu dari 100 kematian di seluruh dunia akibat bunuh diri dan lebih dari 703.000 setiap tahunnya. Jumlah tersebut didominasi warga yang pendapatannya menengah ke bawah.
"Laki-laki berisiko bunuh diri dua kali lebih sering daripada perempuan, sedangkan penderita depresi 20 kali lipat melakukannya," ujar dia.
Indikasi seseorang punya niat mengakhiri hidupnya bisa dikenali gejala-gejalanya, seperti muncul keputusasaan, kemarahan tidak terkendali, bertindak impulsif, serta menjadi pendiam dan mulai tertutup.
Apabila menemui hal-hal tersebut, Brihastami menyarankan supaya tidak meninggalkan orang itu sendirian. Dia mengimbau supaya bisa memosisikan diri menjadi pendengar yang baik.
"Dengarkan ceritanya dan jangan buru-buru memberikan nasihat. Beri empati dan tanyakan perasaannya serta alasan mengapa ingin mengakhiri hidup," tutur dia.
"Jangan menyalahkan atau membandingkan masalahnya dengan orang lain," imbuh dia.
Cara lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan membawa orang suspek bunuh diri tersebut kepada ahlinya. Seperti minta bantuan psikiater atau psikolog.
"Orang tersebut tetap harus dipantau aktivitasnya. Bunuh diri bukan persoalan mengakhiri kehidupan, tetapi mengakhiri penderitaan," tandas Dokter Brihastami. (mcr12/jpnn)