Ada Potensi Terjadi Kejahatan dari Rekam Jejak Digital, Hati-Hati
Dia menyontohkan saat Timnas Indonesia U-23 kalah dari Uzbekistan Senin malam kemarin, cara warganet meratapi kekalahan adalah dengan menghina atau berkomentar buruk kepada wasit karena dianggap sebagai penyebab kekalahan.
Putra pun mengingatkan bahwa masyarakat harus lebih berhati-hati saat menyampaikan komentar dalam platform digital. Karena ada mekanisme kalau kita ingin menyampaikan keluh kesah terkait performa wasit, misalnya ke AFC atau FIFA sebagai otoritas sepak bola dunia.
"Karena lingkungan seperti itu yang muncul, yang lain pun ikut mengomentari hal serupa, yang negatif. Padahal ancaman hukum pidana melekat di situ. Apakah ada nama baik yang dicemarkan, ada ujaran kebencian, itu ada ancaman pidananya," tutur pria yang menyelesaikan program doktoral Ilmu Hukum di Unpad ini.
"Menurut Willem Bonger, lompatan peradaban dapat menyebabkan atau menjadi faktor terjadinya kejahatan. Ketika kita tidak siap menghadapi lompatan peradaban maka ada hal-hal yang menyimpang, tak mempedulikan komentar di media sosial yang ujungnya menimbulkan kejahatan," sambungnya.
Namun demikian, jejak digital tetap punya sisi positif. Di antaranya bisa mengetahui sifat asli seseorang. Meskipun kadang kurang akurat, namun banyak orang yang diketahui sifat aslinya berdasarkan interaksi di media sosial.
Kemudian mempermudah pengembangan bisnis. Adanya jejak digital, terkhusus jejak digital pasif sangat bermanfaat untuk pengembangan bisnis. terutama tim pemasaran dalam melakukan personalized marketing.
"Lalu jadi pertimbangan sebelum merekrut karyawan baru atau penerimaan beasiswa, juga saat mengevaluasi kinerja karyawan," imbuh Putra.
Lebih jauh lagi, Putra menyebut jejak digital dapat memicu doxing yang berujung menjadi korban kejahatan.