Ahmad Basarah: Bung Karno Menolak Ateisme dalam Pancasila
"Sebagai ideologi dinamis, Pancasila memang dapat berkembang mengikuti dinamika zamannya, akan tetapi falsafah dasarnya harus tetap berpedoman pada maksud para pembentuk Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sebagaimana kesepakatan hasil sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang menerima pidato 1 Juni 1945 Bung Karno sebagai dasar falsafah Indonesia merdeka hingga mengalami perkembangan dalam naskah Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan 22 Juni 1945 dan mencapai kesepakatan teks final rumusan sila-sila Pancasila 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)," kata Basarah.
Bahkan, kata Basarah, Bung Karno menjelaskan atas paham ketuhanan tersebut. Yaitu, tiap-tiap bangsa Indonesia menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa.
"Bahkan Bung Karno memberi contoh dalam menjalankan perintah Tuhannya itu. Yang beragama Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, yang beragama Kristen menurut petunjuk Isa Almasih. Dan agama-agama yang lain menurut petunjuk rasul-rasul, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh agama dan kepercayaannya," tambah Basarah.
Pidato tersebut kemudian diterima secara aklamasi oleh peserta sidang BPUPK. Dengan demikian dasar falsafah sila-sila Pancasila yang dijelaskan Bung Karno dalam sidang BPUPK tersebut menjadi prinsip dasar yang terkandung dalam semua sila Pancasila termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Dengan demikian tafsir bebas yang mengatakan bahwa Pancasila membolehkan warga negara kita menjadi atheis atau tidak bertuhan adalah pandangan dan sikap Ketuhanan yang berbeda dan bertentangan dengan maksud para Pembentuk Pancasila dan Pembentuk Negara, serta dapat merusak prinsip dasar bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan" tandas Basarah. (tan/jpnn)