Air pun Tak Luput dari Korupsi
Jumat, 27 Juni 2008 – 10:38 WIB
”Bayangkan saja, warga miskin di negara berkembang seperti Indonesia harus membayar air lebih mahal dibandingkan warga London atau New York,” kata wakil ketua dewan pengurus TII Zumrotin K. Susilo di kantor TII, Jakarta Selatan. Mahalnya harga air ternyata tak lepas dari praktik koruptif yang dikembangkan Orde Baru dengan mendudukkan perusahaan pengelola air minum menjadi sapi perahan.
Soal utang PDAM mendapat sorotan khusus. Catatan TII, PDAM seluruh Indonesia mempunyai tanggungan beban utang Rp 4,1 triliun dari pinjaman luar negeri. ”Tahun 2006 lalu keseluruhan hutan PDAM yang macet mencapai Rp 3 triliun lebih dan saat ini sedang direstrukturisasi,” kata manajer riset dan kebijakan TII Anung Karyadi. Hampir semua PDAM merugi dan tidak berhasil melunasi utang modalnya.
Masalahnya, utang itu disinyalir sengaja dipasang sebagai jebakan. Salah satunya dilakukan oleh Bank Dunia dalam skema WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan). ”Bagaimana caranya menjangkau praktik yang seperti ini? PDAM diberi utang, tak bisa bayar, lalu diprivatisasi. Apa ini juga bagian dari korupsi?,” tanya wakil direktur eksekutif INFID Dian Kartika.
Menurut penasehat pimpinan KPK Abdullah Hehamahua, KPK belum bisa bertindak dalam peristiwa semacam itu kecuali jika ditemukan ada suap yang mengalir pada penyelanggara negara. Hingga kini, menurut Abdullah, komisinya telah menerima 50 laporan dari daerah tentang korupsi yang berkaitan dengan sektor air. Hampir semua laporan itu dikembalikan ke daerah karena belum memenuhi syarat untuk ditangani KPK. ”Seperti nilainya yang belum Rp 1 miliar,” katanya. (naz)