Anak Mulai Mimpi Basah, Pendidikan Seks Harus Lebih Detil
jpnn.com - BOGOR–Sudah saatnya anak Indonesia diberikan pendidikan seks dan reproduksi sejak usia dini. Itu dinilai bisa membuat anak lebih bijak terkait pemahaman organ-organ reproduksinya.
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Retno Lelyani Dewi menilai, pendidikan seks seharusnya dilakukan secara sederhana, layaknya membicarakan masalah perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, emosi, dan sebagainya.
“Pada umur dua atau tiga tahun, anak biasanya mulai bertanya tentang alat kelamin. Tentu saja yang dibahas adalah masalah alat seks atau alat kelamin seperti nama, fungsi, dan efeknya. Kemudian saat prapuber, anak perempuan mulai tumbuh payudara, anak laki-laki mulai berubah suara, tumbuh jakun, tapi belum mimpi basah,” ungkapnya kepada Radar Bogor (Grup JPNN), kemarin.
Sementara itu, anak perempuan di rentang usia 8-10 tahun dan anak laki-laki 9-11 tahun adalah saat yang tepat bagi orang tua, untuk duduk bersama mendiskusikan masalah seksual.
Pendidikan di usia ini, lebih kepada pemahaman atas tujuan perkawinan dan kesehatan secara umum. “Atau jika sulit, orang tua dapat mengajak anak bicara seks jika kita melihat atau mendengar anak berkomentar tentang masalah seksual atau masalah gambar porno di sosial media,” kata dia.
Menurut Retno, sebenarnya tidak ada batasan waktu minimal, kapan tepatnya pendidikan seks mulai diberikan. Itu karena setiap anak memiliki perkembangan psikologis yang berbeda-beda. “Ajak anak diskusi, bawa buku biologi sehingga anak memahaminya sebagai ilmu, seperti ilmu-ilmu yang lain,” cetusnya.
Retno menambahkan, saat anak mulai bertanya dan penasaran, orang tua bisa memulai pembicaraan dengan menjelaskan pendidikan seks. Namun jika anak tidak mengajukan pertanyaan, maka pendidikan seks bisa dimulai oleh orang tua.
Di sisi lain, saat anak memasuki menarche atau mimpi basah, orang tua kembali harus membahas masalah seks, namun secara komprehensif, lengkap, dan menyeluruh menurut tinjauan fisik atau medis.
Misalnya, seperti manfaatnya untuk tubuh dan sebagainya, tinjauan sosiologis, hukum, dan terpenting dari segi agama. “Pada titik ini, pembahasan menikah jika anak memang memiliki hasrat atau libido seksual tinggi justru harus disiapkan. Jika memang susah, orang tua bisa membawa anaknya konsultasi ke psikolog agar anak memiliki pemahaman yang benar tentang seks” tandasnya. (cr27/c)