Analisis Reza soal Hukuman Agus Buntung, Pria Disabilitas Pemerkosa Mahasiswi di NTB
Kondisi lahiriah itu IWAS manfaatkan untuk merebut perasaan iba dan kepercayaan target (korban), lalu dia khianati simpati para kaum hawa dengan kemudian menjahati mereka.
"Alhasil, alih-alih meringankan, pemanfaatan kondisi disabilitas sedemikian rupa oleh IWAS justru bisa menjadi hal yang memberatkan," tutur Reza.
Terlebih lagi, jika hakim menyelami beban berat yang para korban alami.
Toh, kejahatan seksual dipandang sebagai salah satu kejahatan terberat. Begitu beratnya sehingga diperkenalkan istilah rape trauma syndrome.
Lewat sebutan itu, kaum cerdik cendekia ingin menegaskan bahwa guncangan jiwa akibat kejahatan seksual sangat berbeda, bahkan jauh lebih parah, daripada trauma akibat faktor-faktor lain
"Tambah lagi ketika kepada hakim disodorkan belasan korban. Sah sudah, IWAS bisa disebut sebagai residivis," kata penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.
Reza mengatakan sebutan residivis itu bukan berdasarkan berulang kali pelaku masuk penjara, melainkan berkali-kali melakukan pidana dengan sekian banyak korbannya.
Nah, dari tiga hal tadi (pengkhianatan terhadap simpati korban, efek guncangan jiwa hebat, dan banyaknya jumlah korban), Reza menilai tidak realistis jika IWAS melancarkan strategi hukum dengan target vonis bebas.