Anas Ajak SBY Gabung PPI
JAKARTA--Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang politik dinasti menarik perhatian mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum. Lewat ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) yang diketuainya, sebuah diskusi bertajuk "Dinasti versus Meritokrasi" khusus digelar.
"Saya senang sekali presiden (SBY) bicara seperti itu," kata Anas yang menjadi salah seorang pembicara pada diskusi di sekretariat PPI, Jalan Duren Sawit, Jakarta, Jumat (18/10).
Dia menyatakan, dengan menentang terjadinya politik dinasti, SBY dengan sendirinya lebih menginginkan sistem meritokrasi. Ini adalah sistem politik yang memberikan penghargaan lebih besar kepada mereka yang berprestasi dan berkemampuan. "Jadi, bukan masalah anak siapa dan keluarganya siapa," lanjut Anas.
Meski tidak menyebut secara gamblang, pernyataan itu terasa menyindir SBY. Saat ini, selain menjadi presiden, SBY memimpin PD secara langsung sebagai ketua umum. Posisi tersebut diambil alih sesudah Anas menyatakan berhenti sesaat setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka beberapa waktu lalu. Sebelum SBY mengambil alih posisi tersebut, putranya (Edhie Baskoro Yudhoyono) telah menjabat Sekjen PD.
Kembali dengan nada menyindir, Anas menyatakan bahwa posisi pandangan SBY tentang politik dinasti itu telah sejalan dengan visi dan misi didirikannya PPI. "Jadi, SBY ini gabung saja ke PPI, sepertinya cocok," ujar Anas sambil tersenyum tipis.
Di tempat yang sama, pengamat politik dari UI Chusnul Mariyah menyatakan, fenomena politik dinasti hingga hari ini masih kuat karena Indonesia telah melupakan perjuangan reformasi 1998. Saat itu, sebut dia, hampir seluruh elemen bersemangat mengampanyekan aksi memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Setelah 15 tahun reformasi, kolusi dan nepotisme tidak pernah benar-benar diberantas. Semua terpaku hanya pada pemberantasan korupsi," tegas Chusnul. Padahal, tutur dia, kolusi dan nepotisme juga sama bahayanya dengan korupsi. (dyn/c9/tom)