Aptisi Kembali Protes Kemendikbud
Terkait Rencana Publikasi Data Kampus-kampus Ilegaljpnn.com - JAKARTA - Hubungan antara Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali panas. Pemicunya adalah rencana Kemendikbud membeber ke publik data kampus-kampus yang bermasalah. Rencana itu dikhawatirkan bisa merusak citra kampus.
Sikap penolakan terhadap rencana Kemendikbud tertuang dalam hasil Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) Aptisi di Jogjakarta kemarin.
"Ada rencana Kemendikbud akan mem-publish tentang PT (perguruan tinggi, red) legal dan tidak bermasalah," kata Ketua Umum Aptisi Edy Suandi Hamid kemarin. Dengan publikasi itu, bakal terlihat dengan gambling kampus-kampus yang bermasal di seluruh Indonesia.
Edy menuturkan, masalah status PT legal atau ilegal merupakan hal yang terkait dengan urusan hukum yang berlaku. "Aptisi menolak rencana publikasi PT legal dan ilegal itu karena indikator sumber hukumnya tidak jelas. Kebijakan ini tidak ada unsur pembinaannya," kata dia.
Jika Kemendikbud benar-benar mempublikasi data kampus yang ilegal atau legal tadi, tentu akan membuat pengelola kampus ketar-ketir. Sebab tidak menutup kemungkinan ada kampus yang sudah memiliki banyak mahasiswa, ternyata status hukumnya ilegal.
Pria yang juga rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu menjelaskan, Kemendikbud seharusnya melakukan upaya pembinaan terhadap kampus-kampu yang sedang bermasalah. Sebab dia menilai bahwa angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi terkerek menjadi lebih baik karena bantuan daya tampung di kampus swasta.
"Kondisinya saat ini, 70 persen dari seluruh mahasiswa Indonesia adalah mahasiswa di kampus swasta," papar dia. Edy mengatakan pihaknya tetap sependapat bahwa pendirian kampus harus sesuai peraturan yang berlaku. Tetapi jika ada kampus yang belum memenuhi kriteria itu, dia meminta kewajiban Kemendikbud untuk melakukan pembinaan.
Edy mengatakan pihaknya mendapat informasi bahwa publikasi data PTS legal dan tidak ilegal ini akan dibeber bulan depan. Menurutnya sikap penolakan ini bukan berarti Aptisi melindungi kampus-kampus yang ilegal. Dia menegaskan kampus ilegal harus diberikan sanksi yang bersifat pembinaan sesuai dengan kadar kesalahannya.
Dia mendapat informasi dari sejumlah Kopertis (koordinator perguruan tinggi swasta), bahwa ada di sejumlah daerah yang kampus legalnya sedikit sekali. "Informasi di kopertis menyebutkan, di daerah tertentu kampus legalnya mungkin hanya tinggal satu atau dua unit saja," paparnya. Dia yakin informasi ini bisa meresahkan masyarakat, khususnya yang sedang kuliah di kampus bersangkutan.
Edy juga mengatakan, Ditjen Dikti Kemendikbud menggunakan sistem pukul rata dalam membina kampus. Dia mencontohkan di salah satu kampus, terdapat 30 unit program studi (prodi).
Kebetulan salah satu prodi memiliki rasio jumlah guru dengan mahasiswa yang tidak sebanding. "Gara-gara ada satu masalah di satu prodi itu, maka kampusnya dicap sebagai ilegal atau kampus bermasalah. Itu kan tidak benar," tandasnya.
Dari jajaran Kemendikbud sendiri, belum ada keterangan resmi terkait rencana publikasi kampus-kampus ilegal dan legal tadi. Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso tidak bisa dihubungi melalui telepon atau SMS. (wan)