Ari Sigit Jadi Saksi Korupsi Kasus SPTA
Selasa, 25 November 2008 – 09:52 WIB
Ari diperiksa Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejati DKI Jakarta sebagai saksi. Direktur utama PT Sesi –salah satu perusahaan rekanan yang bergabung dalam konsorsium penggarapan SPTA– itu dicecar dengan sekitar 20 pertanyaan oleh jaksa penyidik.
Ditemui setelah pemeriksaan, Ari mengakui adanya MoU tersebut. Perjanjian itu dibuat dengan PD PSJ pada 2006. Isi MoU mengenai penggarapan proyek SPTA. Namun, sebelum MoU dilaksanakan, pihak PD PSJ melakukan pemutusan sepihak. ’’Kita tidak tahu alasannya mengapa MoU dibatalkan sepihak,’’ ungkapnya.
Sigit menolak disebut telah menerima kucuran dana dari salah satu BUMD milik Pemprov DKI Jakarta itu. Menurut dia, dalam kasus tersebut justru konsorsium yang telah menyerahkan uang senilai Rp 1,7 miliar ke PD PSJ. ’’Sampai sekarang uangnya nggak kembali tuh,’’ jelasnya.
Pemanggilan rekanan yang tergabung dalam konsorsium seperti pada Ari Sigit bukanlah kali pertama. Sebelumnya, Kejati DKI memanggil pimpinan PT Bintang Laras Sentosa (BLS) untuk diperiksa sebagai saksi. Meski demikian, hingga saat ini Kejati baru menetapkan satu tersangka, yakni Boy S. Hakim, mantan Dirut PD PSJ.
Kasus itu bermula saat dilakukan pembebasan lahan seluas 21,7 hektare di Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang. Lahan itu akan dijadikan SPTA. Proyek PD PSJ itu digarap dengan menggandeng sejumlah perusahaan rekanan yang tergabung dalam sebuah konsorsium. Selain PT Sesi dan PT Bintang Laras Sentosa, satu rekanan yang tergabung dalam konsorsium adalah Al Hidayah Invesment Bank, sebuah perusahaan Malaysia. Penyimpangan terjadi saat uang ganti rugi untuk pembebasan tanah tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Sejumlah tanah yang dibebaskan tidak semuanya mengatasnamakan PD PSJ, melainkan perusahaan yang tergabung dalam konsorsium. Selain itu, PD PSJ mengeluarkan anggaran talangan Rp 18,37 miliar untuk pembebasan lahan yang semestinya bukan menjadi tanggungannya. (yon/jpnn/nw)