Australia Masih Dianggap Kurang Inovatif Dalam Masalah Bisnis
Australia mungkin saja termasuk salah satu negara panutan untuk soal sains dan penelitian. Tapi Kepala Ilmuwan Australia mengatakan jika Australia sebenarnya ketinggalan dalam hal mengubah pemikiran inovatif menjadi bisnis yang dapat mengubah dunia.
Menurut laporan Thomson Reuters soal inovasi global, Australia berada di peringkat ke-72 dibandingkan negara-negara maju lainnya di dunia.
Kepala Ilmuwan Australia, Profesor Ian Chubb mengatakan sebenarnya Australia memiliki bakat-bakat terpendam untuk bisa membuat bisnis teknologi sekelas Google, Facebook atau Uber. Tapi saat ini Australia tidak terlalu memiliki semangat kewirausahaan.
"Kita punya bakat dan orang-orang dengan keterampilan, jadi apa yang membuat lebih sulit bagi kita untuk melakukan apa yang sudah terjadi di negara-negara lain?," tegas Profesor Chubb,
Menurutnya, yang menjadi kendala adalah karena Australia sudah terlalu puas soal masa depan.
"...kita tidak khawatir dengan apa yang terjadi sumber daya yang dianggap telah memuncak, kita memiliki standar kehidupan yang baik di Australia, dan cukup nyaman dengan punya banyak soal sumber daya alam," katanya.
Penulis laporan soal kurangnya kreativitas ini adalah Colin Kinner dari perusahaan konsultan start-up, Spike Inovasi. Ia mengamati apa yang hilang antara investasi dalam ilmu pengetahuan, keterampilan teknologi, dan keterampilan untuk memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
"Saya pikir jawabannya adalah bahwa kita memiliki semakin banyak perusahaan teknologi yang sangat sukses di Australia. Tapi jumlahnya masih sangat kurang jika dibandingkan jumlah per kapita. Jadi pertanyaannya, bagaimana kita dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi, dan perusahaan yang mampu berkompetisi secara global?" ujar Kinner.
Laporan yang dipublikasikan hari Senin ini (2/11) merekomendasikan perlu adanya perubahan dalam pendanaan dan pengajaran di universitas.
"Saat ini universitas di Australia sangat sedikit memberikan insentif atau bantuan finansial kepada mereka yang dapat terlibat dalam industri. Misalnya dalam Excellence in Research for Australia, yang merupakan salah satu pendanaan yang dialokasikan oleh Pemerintah Federal, penghargaan lebih diberikan kepada publikasi dalam jurnal akademik. Dan hanya sedikit yang insentif di bidang kewirausahaan," ujar Kinner.
Tak hanya itu Kinner juga berharap jika lebih banyak pengusaha yang menjadi pengajar di universitas.
Menurutnya bukan hanya Inggris, tapi yang cukup menurutnya mengejutkan adalah bagaimana Singapura bisa menjadi negara dengan salah satu kekuatannya adalah bisnis teknologi.
"Singapura dalam satu dekade terakhir telah membuat beberapa langkah yang besar. Program yang saya pikir bisa ditiru dengan Australia adalah mengambil 150 siswa dari universitas setiap tahunnya, dan menempatkan mereka selama enam bulan untuk magang di perusahaan start up ternama di seluruh dunia," kata Kinner. "Harapannya untuk bisa menghasilkan lulusan yang pham benar soal pengusaha teknologi."