Balon Kada Pengguna Ijazah Palsu Diancam Pidana Penjara 5 Tahun
jpnn.com - JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengatakan, pengecekan keaslian ijazah akademik bakal calon kepala daerah akan dilakukan dengan melihat data pendidikan tinggi bakal calon (balon) yang di dalamnya memuat profil perguruan tinggi, program studi, dosen dan mahasiswa.
“Kami akan cek melalui forlap dikti (website dikti). Di situ bisa dicek universitasnya, program studinya, lulus tahun berapa dan sistem kredit semester (SKS) yang dihasilkan berapa. Kami butuh waktu sekitar satu minggu untuk melakukan verifikasi ijazah tersebut,” ujar Nasir, Kamis (30/7)
Menurut Nasir, ada beberapa ijazah dikategorikan palsu. Antara lain, ijazah diberikan oleh perguruan tinggi yang berizin, tetapi mahasiswanya mendapatkan ijazah tanpa mengikuti proses pembelajaran.
Kemudian, ijazah diperoleh melalui proses pembelajaran, tetapi pembelajarannya tidak sesuai dengan pedoman.
“Misalnya untuk strata 1, syaratnya menyelesaikan 144 satuan kredit semester (SKS) dan paling cepat studinya 3,5 tahun. Kalau ada yang beban studinya di bawah 144 SKS, misalnya hanya 8 SKS dan dapat menyelesaikanya dalam satu tahun itu berarti sudah di luar ketentuan. Ijazahnya itu asli, tetapi palsu,” ujar Nasir.
Ijazah juga dikategorikan palsu jika diterbikan oleh perguruan tinggi yang telah mendapat izin, tetapi program studi yang diambil oleh mahasiwa tersebut sebenarnya belum dapat izin. Kemudian ijazah diterbitkan oleh lembaga pendidikan yang sama sekali belum mendapat izin.
“Kalau yang ini, ijazahnya benar-benar palsu. Untuk pelanggaran pemalsuan ijazah, dapat dikenai sanksi pidana. Baik lembaganya maupun penerima ijazah,” kata Nasir.
Menurutnya, sesuai Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, lembaga yang menerbitkan ijazah palsu dapat dikenai pidana penjara sepuluh tahun dan denda Rp 1 miliar. Sementara penerima ijazah dikenai penjara 5 tahun dan denda Rp 500 juta. (gir/jpnn)