Bareskrim Ungkap Kasus Pemalsuan Kosmetik di Jakarta
Modal TSK LE als E untuk memproduksi kosmetik tersebut sebesar Rp 30 juta. Dari modal tersebut tersangka berhasil meraup keuntungan bersih sebanyak Rp 25 juta per bulan.
"Seharusnya kegiatan memproduksi kosmetik selain memerlukan izin dari instansi berwenang, dan juga harus dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian di bidang kefarmasian seperti apoteker. Namun faktanya pelaku tidak memiliki izin dan tidak memiliki tenaga ahli tersebut untuk memproduksi kosmetik," jelas Agung.
Tersangka menjualan hasil produksi kosmetik palsu dengan cara menawarkan kepada sales, kemudian setelah disepakati barang dikirimkan melalui ekspedisi pengiriman barang.
Memproduksi kosmetik tanpa izin dari instansi berwenang dan dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki keahlian, lanjut Agung merupakan hal yang berbahaya bagi masyarakat.
Dia mengimbau, masyarakat harus lebih jeli dalam membeli produk kosmetik, harus dipastikan bahwa kosmetik tersebut telah mencantumkan izin dari BPOM maupun instansi lainnya.
"Masyarakat dihimbau untuk tidak membeli produk dengan merek palsu tersebut, dan segera melaporkan ke polisi apabila menemukan kosmetik tersebut. Kemudian untuk pelaku usaha agar tidak menjual produk tersebut," tegas Agung.
Menurut Agung, barang tersebut didistribusikan pelaku di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Lampung.
Karena perbuatannya, penyidik menerapkan Pasal 197 dan Pasal 197 UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 ayat(1) junto Pasal 8 (1) dan Pasal 9 (1) UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Mg4/jpnn)