Batasi Peluang Politisi, Perpu MK Jadi Amunisi bagi Deparpolisasi
jpnn.com - JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR terus menyoroti upaya mendegradasi fungsi partai politik (deparpolisasi) pasca-penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, parpol terus dianggap sebagai biang berbagai persoalan di negeri ini.
Menurut Ketua FPKB DPR, Marwan Ja'far, pihak-pihak yang selama ini melakukan deparpolisasi semakin mendapat angin ketika Perpu MK mengatur syarat calon hakim konstitusi tak boleh menjadi anggota parpol sekurang-kurangnya dalam tujuh tahun terakhir. Menurutnya, berbagai komentar yang muncul di media semakin menunjukkan sistematis dan masifnya upaya deparpolisasi. "Sangat jelas antiparpolnya dan sangat jelas menyudutkannya," katanya di gedung DPR RI, Senin (21/10).
Ketua DPP PKB yang duduk di Komisi V DPR itu menegaskan, parpol tidak antikritik. Namun, katanya, jika parpol sebagai saluran demokrasi terus-menerus disudutkan maka maka hal itu harus diwaspadai.
Lebih lanjut Marwan mengingatkan, banyak kader parpol yang potensial dan bisa duduk di lembaga tinggi negara yang membawahi yudikatif. Lagi-lagi Marwan mencontohkan Moh Mahfud MD, mantan Ketua MK yang sebelumnya juga anggota FPKB DPR.
"Jangan dilupakan bahwa MK pernah diketuai oleh kader partai politik, yaitu Mahfud MD. Dan banyak pihak mengakui kiprahnya selama memimpin MK menjadi lembaga tinggi negara yang dihormati," ucap Marwan.
Karenanya Marwan terus memersoalkan ketentuan ketentuan pasal 15 ayat (2) huruf i Perpu MK yang mengatur bahwa syarat calon hakim konstitusi tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi. Menurutnya, aturan itu jelas menyalahi konstitusi karena diskriminatif.
"Bahwa siapapun manusianya, baik dari parpol maupun non parpol, seharusnya diberi hak yang sama jika memang berkualitas, kredibel, dan profesional. Ini adalah hak setiap orang untuk menduduki jabatan tertentu. Bukan seperti Perpu ini yang sangat diskriminatif," tegasnya.(ara/jpnn)