Benarkah Masalah Papua Mendekati Magrib?
Perspektif Inter-Mestik dalam Kajian Resolusi KonflikDalam pandangan pribadi, sudah saatnya Negara harus memiliki Narasi Tunggal perihal Agenda Tanah Papua. Dengan menyimak dinamika lingkungan internasional dan domestik (perspektif inter-mestik), terbangun 3 Skenario untuk Tanah Papua.
Skenario Pertama, yakni ‘Skenario Realistik’. Artinya, narasi tunggal Negara yang memaknai Tanah Papua secara normal tanpa terobosan yang berarti. Arah besar Tanah Papua ke depan diletakkan hanya berbasis dokumen Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 - 2019 dengan pendekatan sektoral (sectoral-based policies) dan pendekatan kewilayahan (regional-based policies). Hal ini sesuai pula dengan konsep Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai komitmen global.
Dari sisi internasional dalam Skenario Realistik, Negara melanjutkan sejumlah strategic/comprehensive partnership dengan negara-negara besar, termasuk di Pasific Selatan. Namun, Negara tidak memiliki narasi public diplomacy untuk Papua yang progresif maupun Negara tidak memilih opsi dialog dengan representasi pergerakan West Papua via ULMWP. Konsekuensinya, narasi diplomasi hanya berbicara 'soft politics' seperti komitmen Negara atas pembangunan Tanah Papua, tanpa menyentuh isu 'high politics' seperti status integrasi, HAM dan isu slow motion genocide.
Dalam skenario realistik ini, situasi Tanah Papua akan berjalan seperti saat ini dengan segala kompleksitasnya.
Skenario Kedua, yakni Skenario Moderat. Artinya, Negara menempuh pilihan kebijakan yang bersifat terobosan (breakthrough) di luar kebiasaan dengan tetap mengedepankan pendekatan 'soft politics' (isu pembangunan)
Dalam Skenario Moderat, diletakkan upaya percepatan, upaya rekognisi, upaya afirmatif, dan terobosan regulasi yang selama kaku dalam melihat konteks ke-papua-an dalam pembangunan. Maknanya adalah regulasi sektoral di seluruh Kementerian/Lembaga harus menyentuh kearifan lokal 7 wilayah Adat yang hidup di Tanah Papua.
Demikian pula, makna percepatan pembangunan harus diikuti dengan perubahan kerangka keuangan (financial arrangement) yang berbeda dengan pola umum secara nasional. Misalnya, jika pajak selama ini langsung disetor ke Kas Negara dan kemudian didistribusi secara umum dengan DAU atau Dana Kementrian, maka sudah saatnya skema pendapatan dari pajak diberikan dulu ke Kas Daerah, dan sekian persen (misalnya 40 persen) diserahkan ke Pusat. Hal ini berlaku hanya suatu jangka waktu tertentu, dan akan kembali normal ketika kebutuhan riil rakyat Tanah Papua Dallas pembangunan telah terpenuhi. Termasuk soal skema pembiayaan khusus bagi Papua dalam memperoleh saham di PT. Freeport atau apapun investasi sumber daya alam di Tanah Papua.
Masih dalam Skenario Moderat, pintu Dialog Papua - Jakarta mulai dijajaki. Walaupun narasi Dialog masih menimbulkan persepsi yang berbeda di tubuh Negara. Namun sebenarnya, dalam RPJMN 2015-2019 telah dinyatakan *"Dialog Pembangunan Ekonomi Papua - Jakarta"*, sebagaimana diurai dalam buku III RPJMN. Dialog Sektoral untuk Papua diletakkan dalam bangunan Skenario Moderat yang tetap hanya membahas 'soft politics'.