Benny: Nota Protes KPK dan BNN Sebaiknya kepada Presiden Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) DPR Benny K Harman mengungkap sejumlah fakta yang mengemuka, sejak DPR mulai membahas RKUHP dan RKUHAP medio 2015 lalu. Di antaranya, panja disebut pernah menerima nota protes terkait rencana memasukkan tindak pidana korupsi dan narkotika untuk diatur dalam KUHP.
Padahal ke dua kejahatan tersebut rencananya akan diatur dalam KUHP sebagai tindak pidana khusus.
"Jadi waktu panja melakukan pertemuan dengan BNN (Badan Narkotika Nasional) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ke dua lembaga tersebut mengajukan nota protes terhadap kesepakatan panja dan pemerintah untuk memasukkan tindak pidana korupsi dan narkotika (dalam revisi KUHP),” ujar Benny saat diskusi digelar DPR terkait pembahasan RKUHP dan RKUHAP di Function Room Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/7).
Politikus Partai Demokrat ini menuturkan, usulan tersebut sebenarnya bukan berasal dari DPR, namun dari pemerintah. Karena itu nota protes sebaiknya dilayangkan ke Presiden Joko Widodo.
"Dalam pembahasan kami minta kirim nota protes ke presiden. Jangan kami dipersalahkan. Presiden yang usulkan agar bab ini masuk ke KUHP, jangan kami yang dituduh melemahkan," ucapnya.
Menurut Benny, panja kini mencoba menyusun bab tersendiri dalam pembahasan revisi KUHP terkait tindak pidana khusus. Yaitu terkait psikotropika, narkotika dan korupsi.
Selain itu, pihaknya juga membahas bab terkait delik yang ada dengan penistaan agama. Dalam sejarah, (pasal penistaan agama, red) intinya untuk menjaga keharmonisan masyarakat yang beraneka ragam. Siapapun yag melakukan penistaan agama akan dihukum seberat-beratnya.
“Namun kemudian muncul kasus DKI. Jadi ada beberapa hal yang belum kami putuskan. Bukan soal norma, tapi hukumnya. Misal pidana perjudian,” pungkas Benny.(gir/jpnn)