Bentrok di Ternate, Polisi Tak Pakai Water Cannon Massa Berhadapan dengan Tembakan
jpnn.com - JAKARTA - Indonesia Police Watch mendesak Komnas HAM dan Propam Polri menurunkan tim untuk mengusut kasus tewasnya dua warga saat terjadi bentrok di Ternate, Maluku Utara, Minggu (10/1). Seperti diketahui, dua orang yang tewas itu adalah Dedi Ridwan, 29, warga Kelurahan Toboko dan Zulkifli Hamis, 24, warga Kelurahan Tanah Tinggi.
Dedi diduga tewas karena kepalanya tertembak anggota Polres Ternate yang bertugas mengamankan bentrok dan Zulkifli tewas karena tergilas truk Dalmas. “Polri harus mengusut ulah anggotanya yang sudah menewaskan dua warga,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
Saat itu memang terjadi bentrokan antardua kelompok pemuda di Jalan Baru Toboko Pantai, Ternate. Sekitar 1 peleton anggota Polres Ternate pun dikerahkan untuk meredam bentrok. Entah mengapa, polisi yang mengamankan bertidak lebih brutal.
Selain dua orang meninggal, tiga orang lainnya mengalami luka-luka. Mereka adalah Nasrun, Fitra, dan Fadli. Akibat peristiwa ini warga memblokir kawasan itu sebagai protes terhadap ulah polisi yang melepaskan tembakan ke arah warga.
Warga juga sempat melihat ada sejumlah selongsong peluru di tempat kejadian. Namun Kapolres Ternate AKBP Kamal Bahtiar secara resmi mengatakan bahwa polisi di lapangan tidak ada yang menggunakan peluru tajam, aparat kepolisian hanya dipersenjatai peluru karet.
Dari pantauan, penanganan aksi massa yang menggunakan peluru karet sekali pun adalah tindakan yang melanggar Standar Operasional Polri. Sebab sesuai SOP, aksi massa harus dikendalikan sesuai tingkatannya,
mulai dari negosiasi, penggunaan water cannon, gas air mata, dan terakhir peluru karet.
"Dalam kasus Ternate tidak ada penggunaan water cannon dan gas air mata, massa langsung dihadapi dengan tembakan," kata Neta. (boy/jpnn)