Berbekal Senapan Serbu Buatan PT Pindad
AASAM sendiri bergulir dari tanggal 3-20 Mei. Selama 20 hari berada di Australia tidak semua waktu langsung dihabiskan untuk bertanding. “Kami ada technical meeting untuk mempelajari materi, ada kesempatan untuk latihan, dan ada uji coba lapangan,” kata pria kelahiran 10 Juli 1978 itu.
Suami dari Nova Suzana tersebut banyak melewati tantangan selama berjalannya kompetisi AASAM. Sebab, Negara Kangguru memiliki cuaca dingin sekitar 9-19 derajat celcius.
“Ditambah adanya gangguan angin kencang dan hujan. Kondisi itu saya alami saat bertanding dan panitia tetap melanjutkan sesuai jadwal pelaksanaan,” ujar sulung dari tujuh bersaudara.
Saat dalam posisi menembak, arah angin turut menjadi kendala karena angin dapat mempengaruhi gerak peluru. Parahnya, jika angin datang dari arah kiri dan kanan posisi menembak.
“Paling aman kalau angin datang dari belakang atau depan, tidak akan menimbulkan masalah pada arah tujuan peluru,” tuturnya. Namun dari berbagai rintangan yang ada, terbukti ayah dari Firda Auliya Cantikalova dan Dwi Zaira Savialoka itu berhasil mengatasi rintangan tersebut.
Ini bukanlah prestasi yang baru bagi anak dari pasangan Moech Arief Feriyanto dan Utin Mas Intan (alm). Sebab, Eka terus meraih medali emas perorangan di kejuaraan AASAM sejak tahun 2014. Ia pun pernah meraih medali emas dalam kejuaraan Brunei International Skill Arms Meet (BISAM) 2015.
Karier menembak yang telah dimulai sejak 2005 itu mengantarkan Eka meraih prestasi dalam ajang Piala Kasad 2006, Piala Kasad 2008, dan Piala Kasad 2010. Selain mengikuti kejuaraan menembak di Angkatan Darat (AD), ia juga aktif mengikuti kejuaraan sipil. Contohnya seperti kejuaraan tembak reaksi dan tembak target di Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin).
Ia mengatakan, jika kompetisi AASAM memiliki model aplikasi seperti tempur dan menghitung siapa tercepat. Berbeda dengan kompetisi dalam negeri seperti Perbakin, di mana model menembak lebih mementingkan akurasi target.