Berikut Hasil Kajian Komnas HAM Atas RUU Cipta Kerja
"Tidak ada jenis undang-undang yang lebih tinggi atau superior atas undang-undang lainnya, sehingga apabila RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada undang-undang superior. Hal ini akan menimbulkan kekacauan tatanan hukum dan ketidakpastian hukum," tulis Komnas HAM lagi.
Selanjutnya, Komnas HAM menilai terdapat kemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, jika RUU Cipta Kerja disahkan.
Buntutnya, hal itu bakal melanggar kewajiban realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi.
"Hal ini di antaranya terkait dengan politik hubungan kerja yang membuka seluas-luasnya praktik perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak, kemudahan dalam proses atau mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), penurunan standar kelayakan dan kondisi kerja yang adil terkait dengan upah, cuti dan istirahat, serta pemunduran dalam perlindungan hak untuk berserikat dan berorganisasi," tulis Komnas HAM.
Kemudian, Komnas HAM menilai RUU Cipta Kerja melemahkan kewajiban negara, untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
RUU Cipta Kerja juga dinilai memberikan relaksasi atas tata ruang dan wilayah, demi kepentingan strategis nasional yang dilakukan tanpa memerlukan persetujuan atau rekomendasi dari institusi, dan atau lembaga yang mengawasi kebijakan tata ruang dan wilayah.
"Pemunduran atas upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kepemilikan tanah melalui perubahan UU No. 2 Tahun 2012 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dengan membuka makin luasnya obyek yang masuk kategori kepentingan umum, padahal tidak terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak," tutur Komnas HAM
Berikutnya, Komnas HAM berkesimpulan bahwa aturan itu memundurkan pemenuhan hak atas pangan dan ketimpangan akses, serta kepemilikan sumber daya alam. Terutama, antara tanah masyarakat dengan perusahaan.