BI Waspadai Krisis Thailand
jpnn.com - JAKARTA - Krisis kepemimpinan dan politik di Thailand memicu kewaspadaan Bank Indonesia (BI). Otoritas moneter tersebut menilai perkembangan isu di semuaemerging market bisa saling mempengaruhi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, krisis Thailand termasuk salah satu faktor global yang dipertimbangkan dan diwaspadai. ”Secara umum karena mitra dagang kita, tentu harus diperhitungkan dampak sisi perdagangannya. Hal itu mempengaruhi sisi kepercayaan," ungkap Agus di Gedung BI, Jumat (23/5).
Sebagaimana diwartakan, gejolak di Thailand secara langsung menyeret performa ekonominya, Nilai tukar Baht Thailand melorot 0,3 persen ke posisi 32,56 per dollar AS pada Kamis (22/5). Kondisi tersebut terjadi pasca Jenderal Prayuth Chan-ocha mengumumkan kudeta pada televisi nasionalnya. Sebelumnya, Baht telah anjlok ke level 32,49 per USD pada Selasa (20/5) setelah terjadi darurat militer.
Awal bulan ini, Baht menyentuh 32,63 per USD yang merupakan nilai tukar terendah selama tiga bulan. Akan tetapi, secara keseluruhan, mata uang Negeri Gajah Putih itu masih menguat 0,4 persen terhadap dollar AS tahun ini. ”Namun secara umum kondisi tersebut belum ada pengaruh langsung terhadap rupiah,” kata Agus.
Tidak hanya Thailand, saat ini kondisi perekonomian di Indonesia juga tengah mewaspadai kebijakan bank sentral AS terkait normalisasi dari siatem moneter dan risiko peningkatan bunga. Selain itu, Agus menjelaskan, pihaknya juga mengawasi Tiongkok dan India. Dalam hal ini, lantaran penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok setelah selama 20 tahun bertumbuh rata-rata 10 persen, sekatang di kisaran 7 persen. Belum lagi, ancaman penurunan harga komoditi unggulan.
”Negara berkembang selama ini menerima likuiditas quantitative easing. Kalau seandainya terjadi perbaikan ekonomi di negara maju bisa terjadi (likuiditas) tersebut keluar. Hal tersebut bisa berpengaruh ke negara berkembang,” tandasnya. (gal/sof)