Bursa Indonesia Ranking Dua
JAKARTA - Menutup perdagangan akhir pekan, indeks harga saham gabungan (IHSG) mendarat di zona merah. IHSG melemah 13,218 poin (0,261 persen) ke level 5.053,76. Sedangkan indeks kelompok 45 saham unggulan (LQ45) terkoreksi 3,08 poin (0,36 persen) ke 861,91.
Pada perdagangan kemarin investor asing kembali melepas saham dengan penjualan bersih (foreign net sell) Rp 174,9 miliar. Secara kumulatif sejak awal tahun investor asing masih mencatatkan pembelian bersih Rp 56,344 triliun.
Aksi jual investor asing sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah ke Rp 11.822 per dolar Amerika Serikat (USD) dibandingkan Rp 11.766 pada penutupan sebelumnya (kurs tengah BI).
Meski begitu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat pertumbuhan tertinggi kedua di dunia dengan kenaikan 18,24 persen. Urutan pertama masih ditempati bursa India dengan pertumbuhan 19,60 persen.
Di tempat ketiga bursa Thailand (17,02 persen) lalu bursa Filipina (16,82 persen). Sebaliknya, bursa AS masih minus 1,26 persen.
Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Hoesen mengatakan, secara historis bursa saham terutama di Indonesia pada Agustus selalu turun.
"Dari pengamatan, Agustus selalu drop. Bahkan dalam 10 tahun selalu drop. Entah karena ada yang libur musim panas atau lainnya. Tapi kalau dilihat indeks semua turun," ucapnya di gedung BEI kemarin.
Tim Riset PT Valbury Asia Securities memerkirakan sejumlah sentimen dari dalam negeri menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama, berkenaan dengan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dijadwalkan berakhir pada 22 Agustus 2014.
Kedua, sentimen dari dalam negeri terbilang positif. Kabar dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi triwulan II 2014 mencapai rekor tertinggi yakni Rp 116,2 triliun. Angka tersebut meningkat 16,4 persen dibandingkan periode yang sama 2013 sebesar Rp 99,8 trilun.
Sementara itu, realisasi foreign direct investment (FDI) pada triwulan II 2014 mencapai Rp78,0 triliun. Angka sebesar itu meningkat 16,9 persen dibandingkan periode yang sama 2013 sebesar Rp 66,7 triliun. Sentimen dari eksternal, pemberlakuan sanksi kepada Rusia akhirnya berakibat buruk bagi output industri di beberapa negara Uni Eropa.
Rusia telah melarang impor pertanian dan makanan tertentu. Impor unggas dan impor produk pertanian dari AS sudah masuk dalam larangan Rusia. Rencananya, larangan impor tersebut juga diberlakukan untuk produk dari Uni Eropa. (gen/oki)