Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

CAK Terus Kampanyekan Permainan Tradisional

Jumat, 11 Januari 2019 – 15:37 WIB
CAK Terus Kampanyekan Permainan Tradisional - JPNN.COM
Siswadi (kiri) menunjukkan ragam permainan tradisional yang harus terus dilestarikan. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Banyaknya anak-anak duafa dan tidak mampu yang bermain di jalan membuat Community of Arek Kedung Klinter (CAK) aktif mengkampanyekan permainan tradisional. Beberapa jenis permainan tradisional diajarkan. Sebut saja yoyo, dakon, engklek, dan beberapa permainan lainnya.

Seperti terlihat di rumah Siswadi di Jalan Kedung Klinter IV, Tegalsari. Puluhan yoyo tergeletak di atas meja.  Ukuran mainan tradisional yang tenar pada '80-'90-an itu beragam. Yang paling mungil berdiameter 7 sentimeter.

Hampir sebagian yoyo merupakan barang lawas. Itu terlihat dari warnanya yang memudar. Catnya sudah tidak jelas. Yang tampak hanya kulit kayu kecokelatan. "Punya saya yang ukurannya besar. Ini mainan sewaktu SD," kata penasihat CAK Siswadi mengawali percakapan pada Senin (7/1). Lelaki berusia 57 tahun itu bergegas mengambil mainan kesayangannya. Beberapa teknik bermain yoyo dipamerkan dengan santai. Mulai gaya melempar ke depan, samping, hingga atas.

"Capek ternyata. Ganti mainan ya," lanjut Siswadi menghentikan permainannya. Bapak dua anak itu ganti mengambil papan dakon di sampingnya. Lagi-lagi, dia unjuk keahlian memainkan mainan tradisional tersebut.

Dalam suasana gerimis, Siswadi tidak hanya memperlihatkan papan dakon dan yoyo koleksi CAK. Ada puluhan mainan tradisional lain yang tersimpan di rumahnya. Mainan-mainan itu masih dipakai anak-anak hingga sekarang. Salah satunya papan ular tangga jumbo. Mainan yang berbentuk bannertersebut hasil kreasi anggota komunitas. Ukurannya 3 x 4 meter Demi menarik perhatian anak-anak, mainan dibuat berbeda. Bukan hanya tangga, ular, dan angka. Setiap kotak di papan juga ditulisi aneka sifat baik dan buruk manusia. Anak-anak disuruh membaca dan mengambil sifat apik yang layak diambil. "Istilahnya belajar kepribadian langsung. Tidak saja bermain," kata Siswadi.

Siswadi meyakini bahwa permainan tradisional punya keunggulan yang tak dimiliki game modern, terutama game online. "Kebersamaannya tinggi, melibatkan aktivitas fisik yang menyehatkan, dan yang paling utama murah," terangnya. 

Menurut lelaki yang berulang tahun setiap 1 Januari itu, CAK dibentuk empat tahun lalu. Sebanyak 80 persen anggotanya warga Kedung Klinter IV. Kelahiran komunitas yang beranggota 30 orang tersebut berawal dari rasa trenyuh terhadap kondisi jalanan di sekitar Kedungdoro. 

Dulu banyak anak yang bermain dan membuat macet jalan raya di sekitar Kelurahan Kedungdoro. Siswadi dan kawan-kawan khawatir dengan kondisi tersebut. Sebab, mereka rawan celaka. 

Lalu lintas di sekitar Kedungdoro cukup padat. Belum lagi adanya pengendara yang sering kebut-kebutan. Anak-anak bisa tertabrak motor sewaktu-waktu. "Kami lalu berpikir bagaimana caranya mengajak anak-anak untuk menghindari jalan raya. Kebetulan, kami suka mainan tradisional," kata Siswadi. 

CAK lantas mengajak anak-anak di Kedung Klinter dan sekitarnya untuk menyenangi yoyo dan permainan tradisional lainnya. Komunitas juga aktif mengajari anak-anak agar mahir memainkannya.

Hingga kini kegiatan itu terus berlanjut. Ada acara main bareng setiap Sabtu. Lokasinya di SDN I Kedungdoro. Jumlah anak-anak yang ikut belajar semakin hari kian bertambah. Bukan hanya penduduk Kedung Klinter. Ada juga anak-anak dari luar Kecamatan Tegalsari yang penasaran dan ikut bergabung.

"Melihat antusiasme anak-anak, kami (anggota CAK, Red) ikut bersemangat. Kami terus mengenalkan mainan tradisional," tambah Siswadi. Suami Nanik Sulistyowati itu menyebut bahwa anak-anak duafa jadi sasaran utama kampanye. Hal tersebut tidak terlepas dari komitmen yang dibangun komunitas.

Saat ini berdasar cerita anggota CAK, banyak anak duafa yang merasa sedih karena tidak memiliki boneka mahal atau gadget. Mereka sulit mencari hiburan. Permainan tradisional itu diharapkan membantu anak tukang becak dan lainnya. "Jadi, sebagian besar anak-anak yang bermain Sabtu itu ya anak duafa. Mereka berasal dari keluarga yang ekonominya kurang," terang Siswadi.

Tentunya, mengenalkan permainan tradisional kepada anak di zaman modern tidak gampang. Tantangannya besar. Apalagi sekarang sudah menjamur gadget yang lebih menarik bagi anak-anak.

CAK punya trik tersendiri. Selain aktif mendatangi car free day, mereka rutin mengadakan kompetisi. Misal, lomba adu main yoyo. Ada hadiah yang disiapkan. "Cuma, kompetisi masih kurang. Kami terkendala kesibukan anggota komunitas," ungkap Siswadi. (Eko/c6/ano) 

Beberapa jenis permainan tradisional diajarkan. Sebut saja yoyo, dakon, engklek, dan beberapa permainan lainnya

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News