Calon Kada Bekas Napi Bakal Diharuskan Buka-Bukaan
Pemerintah Usulkan Ada Surat dari Pemred Media Massa untuk Mantan Napijpnn.com - JAKARTA - Pemerintah mengusulkan dalam rancangan undang-undang (RUU) UU Pilkada agar mantan narapidana yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah secara jujur dan terbuka mengemukakan ke publik terkait perkara dan status yang menjeratnya. Tujuannya agar masyarakat tahu persis latar belakang calon.
Usulan itu masuk dalam draft revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi dari Jumanto, warga Dusun Siyem, Probolinggo pada 9 Juli 2015 lalu. Jumanto merupakan ketua Forum Silaturahim Mantan Tahanan dan Narapidana (Fosil Maharana).
Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Sumarsono, pemerintah memang mengusulkan mantan narapidana yang ingin maju sebagai calon kepala daerah perlu mengumumkan secara terbuka kepada publik terkait statusnya pernah menjalani hukuman. Usulan pemerintah, pengumuman itu melalui media massa.
"Contohnya seperti di Manado pada pilkada kemarin. Itu Pak Rimba Rogi (calon wali kota, red) pernah mengumumkan di media massa. Bentuknya bisa seperti advertorial," ujar Sumarsono, Kamis (31/3).
Menurutnya, dalam berita advertorial bakal calon kepala daerah berlatar narapidana perlu menjelaskan bahwa yang bersangkutan pernah dihukum terkait kasus tertentu. Kemudian untuk memperkuat pengumuman, dilengkapi surat keterangan dari pemimpin redaksi media massa. Selanjutnya surat itu dilampirkan sebagai syarat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Jadi ini diusulkan agar masyarakat sadar betul, bahwa bakal calon yang dipilih merupakan mantan narapidana. Ini penting sebagai wujud transparansi politik demokrasi. Mengetahui betul siapa bakal calon yang akan dipilih," ujarnya.
Sebelumnya MK membatalkan Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Alasannya karena pasal itu menghambat mantan narapidana maju sebagai calon kepala daerah.
MK menganggap undang-undang tidak dapat mencabut hak pilih seseorang, melainkan hanya memberi pembatasan sesuai Pasal 28J UUD 1945. Apabila UU membatasi hak mantan narapidana, sama saja degan memberi hukuman tambahan. Sedangkan UUD 1945 telah melarang memberlakukan diskriminasi kepada seluruh warganya.(gir/jpnn)