Calon Ketua MA Sebaiknya Bersih dari yang Terseret Kasus Pemotongan Honorarium Hakim Agung
jpnn.com, JAKARTA - Hakim agung yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung dan/atau gratifikasi dan/atau TPPU pada Mahkamah Agung (MA) RI dalam Tahun Anggaran 2022-2023-2024 sebesar Rp97 miliar, sebaiknya mengundurkan diri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima laporan dari Indonesia Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memastikan lembaganya bakal memproses dan menindaklanjuti laporan apabila patut diproses.
“Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat), belum ada di kami. Karena belum masuk penyidikan. Jadi, belum bisa diinformasikan. Jadi tunggu saja," kata Asep Guntur Rahayu, Rabu (9/10).
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mememinta pemilihan Ketua MA yang akan digelar pada 17 Oktober 2024, menentukan pengganti Muhammad Syarifuddin yang akan pensiun pertengahan bulan ini, harus betul-betul dapat menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas. Hal itu untuk menjaga muruah lembaga Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir pencari keadilan.
Para hakim agung yang memiliki hak pilih agar mencegah terpilihnya calon yang berpotensi menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan korupsi yang dilaporkan IPW dan TPDI pekan lalu.
“Kandidat Ketua MA yang menyandang beban distrust sosial khususnya dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri. Demi kepentingan Mahkamah Agung, Sunarto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. Sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah jelas, ingin pengadilan kita bersih. Tidak ingin ada hakim yang mudah disogok. Untuk itu kehidupan hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA termasuk Sunarto," ujarnya, Jumat (11/10).
Dalam laporan IPW dan TPDI, pemotongan Honorarium Penanganan Perkara (HPP) dikualifisasi melanggar Pasal 12 huruf E dan F jo Pasal 18 UU RI 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi jo Pasal 55 ayat ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (tan/jpnn)