Cerita Megawati soal Pilot, Diusir Pulang Hingga Menantang Preman
jpnn.com - TAK sulit buat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawatai Soekarnoputri menginspirasi kadernya. Dengan pengalaman puluhan tahun sebagai tokoh bangsa, segudang kisah menginspirasi, dan juga lucu dimiliki putri Bung Karno ini.
Banyak hal yang diceritakan Megawati saat memberikan pembekalan tim monitoring pilkada serentak 2017, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (18/11) sore.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bersama Ketua DPP Djarot Saiful Hidayat dan Bambang DH turut hadir mendampingi Bu Mega memberikan pembekalan kepada hampir 200 peserta dari berbagai daerah itu.
Mega teringat saat dirinya masih mahasiswa dan aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). "Bisa awet muda nih saya. Sudah banyak yang bisa gantiin saya,” ujar Presiden ke-5 RI itu.
Megawati mengatakan itu karena sebelum memberikan pengarahannya, dia menerima cerita-cerita unik yang dialami para kader yang dikirim dan baru pulang dari beberapa daerah. Dia mengingatkan kader partainya untuk selalu bersemangat dan tidak mudah goyah dengan situasi yang dihadapi di lapangan. "Mengorganisir orang untuk punya ikatan emosional tidaklah mudah," katanya.
Bu Mega lalu membuka cerita saat dirinya saat melakukan perjalanan udara menembus Wamena, Papua dengan pesawat kecil. “Capt, bagaimana kemungkinan perjalanan ini,” tanya Megawati.
Sambil santai, sang pilot menjawab singkat. “Pesawat ini akan menembus awan. Kalau tidak ya jatuh,” kata pilot.
Mendengarkan jawaban itu, Megawati mengaku menyesal tak berpikir pas mau menanyakan itu. Kontan, seluruh peserta termasuk Hasto, Bambang DH dan Djarot yang duduk di depan terkekeh-kekeh.
Masih kisah di Papua, Megawati mengisahkan bagaimana respons warga di sekitar Puncak Jayawijaya mendengarkan dia hadir di Tanah Papua.
Banyak yang hadir dari berbagai daerah dan lembah, meskipun harus menempuh waktu berhari-hari. Lebih repotnya, saat pertemuan digelar banyak yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
“Saya akhirnya meminta satu orang untuk menjadi penerjemah. Tapi orang itu pun ngaku tak sepenuhnya mengerti Bahasa Indonesia,” ucap Megawati.
Saking banyaknya yang hadir, tuan rumah kerepotan karena harus menyediakan makanan kepada tamu yang datang dari berbagai wilayah itu.
“Saya sampe diminta untuk segera pulang. Saya tanya kok saya mau diusir segera pulang. Eh, gak taunya dia ngaku kerepotan ngurusin makanan mereka,” papar Megawati sambil tersenyum.
Inti dari kisah itu, Megawati meminta tim monitoring selama di daerah untuk santun dan tidak sok tahu. “Kalian harus santun, jangan sok tau. Rakyat ngomong apa dengarkan dan beri masukan ke mereka. Karena kalian akan ketemu bermacam tipe manusia,” imbau Megawati.
Dikaitkan dengan situasi politik saat ini, Megawati menduga mungkin orang akan berpikir dirinya berubah. “Waktu saya seumuran kalian saya preman lo. Mana mungkin PDI Perjuangan bisa begini kalo saya lemes-lemes. Gini-gini saya pernah diadang dan mau dikurung para preman pas ada konferda. Saya tanya kalian berani bunuh saya ya. Kok waktu itu saya ngomong kok gak kayak mikir ya,” ucapnya.
Merasa sudah hampir dua jam memberikan pengarahan dan berbagai pengalamannya memimpin PDI Perjuangan, Megawati pun mengakhiri pengarahannya.
“Saya ini ketua umum lo. Iki kok disuruh pidato terus sama sekjen. Kalau pengacara itu bicara setengah jam, satu jam ada bayarannya lo he he. Tapi saya memang senang (pidato) karena bisa ketemu banyak orang, ketemu rakyat,” pungkas Bu Mega.
Sementara itu, Hasto menerangkan peran tim monitoring pilkada serentak sangat penting. “Indonesia itu terbentang luas dari Sabang sampai Merauke dan di antaranya bertebaran puluhan ribu pulau. Jadi jangan melihat Indonesia hanya dari Jakarta saja. Karena itulah tim monitoting bertugas untuk melihat Indonesia dengan sebenar-benarnya. Indonesia yang begitu beraneka,” tandas Hasto. (adk/jpnn)