Curiga Bakal Muncul Pemilih Hantu di Pemilu
jpnn.com - JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) keberatan dengan rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat Daftar Pemilih Khusus (DPK) bagi warga yang belum terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Alasannya, DPK justru akan membuka potensi baru kecurangan dan membuat daftar pemilih rawan dijadikan barang dagangan.
Wakil Ketua Umum PAN, Drajad H Wibowo mengatakan, niat baik KPU untuk mengakomodasi pemilih yang belum terdaftar di DPT memang patut diapresiasi. Namun, di sisi lain, DPK justru membuktikan kelemahan dan kerawanan DPT.
Menurut Dradjad, ternyata keberadaan Badan Pusat Statistik (BPS) dan program e-KTP belum menghasilkan data penduduk yang akurat baik soal tempat tinggal, kematian, maupun migrasi masuk dan keluarnya penduduk di suatu wilayah. Imbasnya, lanjutnya, pada akurasi daftar pemilih.
Dradjad menjelaskan, pemilih cenderung malas untuk mengecek apakah namanya sudah tercatat dalam DPT atau tidak. "Ditambah sangat buruknya citra parpol dan politisi, kelemahan ini bisa membuat angka golput dalam Pemilu 2014 tinggi sekali," katanya di Jakarta, Rabu (4/9).
Di sisi lain, tidak akuratnya DPT juga mengundang kerawanan manipulasi suara. "Data yang tidak akurat akan memperbanyak kertas suara tidak terpakai yang bisa dicobolosi sendiri oleh oknum tertentu. Di perkotaan saja bisa terjadi, apalagi di daerah terpencil," lanjutnya.
Lebih lanjut Dradjad mengatakan, partai politik harus proaktif untuk mencegah kecurangan. Politisi yang juga ekonom itu mengaku sudah memerintahkan caleg-caleg PAN untuk proaktif meminta DPT. "Untuk mengecek apakah pemilih yang sudah berkomunikasi dengan para caleg PAN benar-benar ada dalam DPT," sambungnya.
Lantas kecurangan seperti apa yang dikhawatirkan? Dengan tegas Dradjad menyebut kemungkinan munculnya ghost voter atau pemilih hantu demi kemenangan pihak tertentu. "Pemilih hantu ini namanya ada dalam DPT, padahal sebenarnya orangnya tidak ada. Tapi suaranya ada seperti terlihat dari jumlah kertas suara di TPS," ucapnya.
Selain itu, Dradjad juga menilai tidak akuratnya DPT bakal membuat biaya politik bagi parpol dan caleg semakin mahal. Dradjad menganggap hal itu menjadi potensi bagi oknum di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). "Bisa dagang data atau dagang suara," tegasnya. (ara/jpnn)