Dahlan Iskan Sempatkan Teleconference saat di Magelang
jpnn.com - MAGELANG - Di tengah padatnya agenda kegiatan saat kunjungan ke Magelang, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyempatkan diri berdiskusi dengan peserta seminar nasional yang digelar Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Keluarga Besar Marhaenis (KBM) Bali. Turut sebagai pembedah Pasal 33 UUD 1945 dalam persepsi gotong royong kekinian adalah Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof JE Sahetapy dan Ketua DPP KMB Pusat Prof Sudigdo Ady.
Melalui peralatan teleconference di Kantor Telkom Magelang, Dahlan Iskan menyampaikan pandangannya soal pasal tersebut dengan didampingi beberapa koleganya dan pimpinan Telkom Jateng serta Magelang.
“Saya pernah sampaikan ini bahwa Presiden RI, tidak melanggar UUD sebagaimana dalam pasal tersebut. Tapi ada beberapa yang belum terlaksana, karena perekonomian saat ini masih dipegang sistem korporasi,” kata Dahlan yang disahut dari pulau seberang dengan tepuk tangan dari para guru besar universitas negeri dan swasta serta puluhan audiensi di Bali, Minggu (16/3).
Kepada beberapa guru besar dan kalangan akademsi tersebut, Dahlan memaparkan mengakui bahwa Presiden RI sekarang dan yang menjabat sebelumnya belum pernah menjalankan amanat pasal tersebut. Salah satunya menyangkut ekonomi kekeluargaan yang dibentuk melalui koperasi dengan azas gotong-royong dan kebersamaan yang kuat. Hal itu terjadi, , karena pelbagai alasan realitas. Padahal, pelaksanaan gotong-royong pernah menjadi inti amanat Presiden RI pertama, Sukarno kala itu. Namun, saat ini ajarannya dinilai sudah jauh berbeda, lebih lagi pada persoalan ekonomi kegotong-royongan.
“Selalu seorang presiden dihadapkan pada kesulitan masalah ekonomi yang diatur kekeluargaan, tapi yang seperti apa? Apakah jika seperti ini bisa membuat kemamkuran masyarakat dan negara,” tuturnya.
Pria yang pernah menjabat Direktur PLN memaparkan bahwa Indonesia juga pernah mendasarkan ekonomi yang sifatnya kapitalisme pada tahun 1967 silam. Semenjak itulah Indonesia dihadapkan dalam situasi dimana terjadi benturan-benturan kenyataan.
“Padahal, Pasal 33 UUD pernah diterapkan dalam ruang lingkup ekonomi keluargaan (koperasi), tetapi yang dominan adalah korporasi kapitalis. Inilah faktanya,” ujarnya.
Di saat ekonomi Indonesia yang sudah maju seperti ini, maka sebaiknya sekarang adalah momen yang tepat untuk menciptakan terbosan dan rumusan cemerlang dari sisi perekonomian.
“Sebab jika sistem mengacu pada korporasi kapitalis, maka besar kemungkinan guncangan baru akan datang, dan jelas merugikan rakyat,” imbuhnya.
Dahlan menambahkan, bila terjadi masalah di tubuh Pasal 33, maka harus segera dituntaskan. Dia juga mengajak kepada semua pihak agar bersama-sama memperjuangkan maksud dari UU tersebut.
“Ayo, maksud pasal 33 harus diperjuangkan. Sehingga tidak ada lagi pemerintahan yang tidak menjalankan Pasal 33, dan perekonomian negara lebih maju lagi,” tegasnya.
Prof Sahetapy sendiri mengemukakan, Pasal 33 UUD 1945 merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sehingga harus dapat dilaksanakan dengan baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa.
"Perekonomian masyarakat dikembangkan secara maksimal untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan Bangsa Indonesia. Masalahnya, tindakan korupsi terjadi dimana-mana yang merupakan penyakit dan hambatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Butuh suatu pemerintahan yang bersih," harapanya.
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Kepustakaan Bung Karno (YKBK) Gus Marhaen yang menjadi salah satu dari beberapa pembicara mengaku bahwa upaya pembangkitan UU Pasal 33 adalah wujud perubahan sejarah baru. Gus Marhaen, seorang tokoh muda Bali yang memiliki hubungan erat dengan tokoh politik nasional, tokoh masyarakat Bali itu mengapresiasi langkah Dahlan untuk ke depan bisa turut memperjuangkannya.
“Saya titipkan persoalan ini kepada Dahlan, karena dia jadi Pembantu RI-1, sebagai Menteri BUMN. Saya juga ingatkan kepada rakyat bahwa adil, sejahtera merupakan hak untuk sama rasa dan sama bahagia,” tandasnya. (dem)