Dekat Jakarta, Ada Hutan Organik, Bukti Aksi Konkret Pengendalian Perubahan Iklim
Hal ini memicu keprihatinan dirinya bahwa ketiadaan hutan menandakan rusaknya lingkungan, bertambah luasnya lahan kritis hingga memicu terjadinya perubahan iklim.
Sejalan dengan upayanya membangun hutan, Bambang semakin mengetahui bahwa upayanya itu berkontribusi positif pada pengendalian perubahan iklim.
Pemicu perubahan iklim menurut Bambang adalah akibat akumulasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir, yang diketahuinya berdasarkan pemberitaan pada Konferensi Perubahan Iklim COP 21 di Paris.
Akumulasi GRK penyebab perubahan iklim tersebut ternyata 77% nya adalah gas Karbon dioksida (CO2).
Berbekal informasi tersebut dirinya optimis perubahan iklim mudah cegah dengan melakukan penanaman pohon, karena CO2 akan di serap oleh pohon.
"CO2 itu gampang, kalau ada pohon akumulasi CO2 bisa dikurangi, masalahnya dimana pohonnya itu, maka dari itu kita niat untuk melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam pohon," ujar Bambang dalam paparannya.
Bambang menambahkan bahwa dalam membangun hutan dirinya berusaha mengembangkan jenis lokal dan endemik. Karena dia berharap akan tumbuh hutan alam yang heterogen, bukan hutan tanaman seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahan hutan tanaman industri (HTI) dengan menanam hanya satu jenis saja secara monokultur.
Untuk memuluskan usahanya itu dirinya menerapkan mekanisme untuk mendorong jenis endemik dengan menggunakan pohon perantara (frontier) cepat tumbuh.