Desak Silent Airport Juanda Dikaji Ulang
jpnn.com - SURABAYA – Penerapan silent airport dengan meniadakan boarding call atau pengumuman untuk naik pesawat di Bandara Juanda berbuntut. Kebijakan Angkasa Pura (AP) I Juanda itu dinilai Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur kurang sejalan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dinas Perhubungan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub LLAJ) Jatim pun meminta agar kebijakan tersebut dikaji ulang.
Sebagaimana diberitakan, mulai 1 Juni 2014, AP I Juanda menghapus sejumlah item pengumuman melalui pengeras suara secara bertahap. Penghapusan boarding calluntuk mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu kenyamanan pengguna jasa bandara di terminal utara (T1) maupun terminal selatan (T2). Dalam perkembangannya, penumpang kategori penyandang cacat merasa kebijakan tersebut kurang ramah terhadap kaum difabel.
’’Penumpang di Juanda belum terbiasa dengan budaya membaca,’’ ungkap Ketua YLPK Jatim Said Sutomo Selasa (1/7). Peniadaan boarding call memang diimbangi penambahan flight information display system (FIDS). Namun, jumlahnya dirasa Said belum proporsional. Dia membandingkan dengan Bandara Changi, Singapura, yang memberlakukan kebijakan sebelumnya di Juanda. Bedanya, di Singapura, setiap 50 langkah selalu bertemu FIDS.
Said membeberkan, profil konsumen di Bandara Juanda berbeda daripada Bandara Incheon, Korsel, yang menjadi kiblat pengembangan Juanda. Sebanyak 80 persen konsumen di Juanda adalah penumpang domestik. Sisanya yang 20 persen penumpang internasional. ’’Sejauh ini pemisahan antara T1 dan T2 menjadi salah satu edukasi untuk menilai tingkat kontribusi antara penumpang domestik dan penumpang internasional,’’ terangnya.
Dia menambahkan, keberadaan FIDS di Juanda secara kultur di Jawa Timur maupun Indonesia yang didominasi penganut muslim belum mampu membuat pengguna jasa bandara di Sedati, Sidoarjo, itu teredukasi. ’’Meski diinformasikan di FIDS sudah masuk waktu ibadah salat, kalau belum ada suara azan, ya dianggap belum masuk waktu salat,’’ seloroh Said.
Sementara itu, Kepala Dishub LLAJ Jatim Wahid Wahyudi mengaku sudah melayangkan surat kepada pengelola bandara untuk mendapat penjelasan penghapusan boarding call. ’’Saya juga mendapat pengaduan dari salah satu organisasi difabel yang keberatan dengan kebijakan penghapusan pengeras suara di Juanda,’’ tutur Wahid.
Sementara itu, AP I Juanda hingga sebulan kemarin masih memberlakukan kebijakansilent airport. ’’Kami akan laporkan ke pimpinan,’’ ungkap Asisten Manajer Operasi Siswanto dalam rapat koordinasi persiapan penyelenggaraan angkutan Lebaran terpadu 2014. Jajarannya terus mengkaji keluhan peniadaan boarding call.
Kebijakan pertama di bandara Indonesia itu justru diikuti sedikitnya enam bandara internasional lain di bawah lingkungan AP I. Yakni, Ngurah Rai, Denpasar; Sepinggan, Balikpapan; Adisucipto, Jogjakarta; El Tari, Kupang; Syamsuddin Noor, Banjarmasin; dan Sultan Hasanuddin, Makassar. (sep/mas/end)