Dipindah ke Siantar, Banyak Satwa KBS Mati
jpnn.com - SURABAYA - Ternyata satwa-satwa dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang dipindahkan ke sejumlah lembaga konservasi lain mati. Satwa yang dipindahkan ke Taman Hewan Siantar, Sumatera Utara, misalnya. Terungkap bahwa lebih dari sepuluh satwa mati.
Berdasar data yang diperoleh Jawa Pos, beberapa jenis satwa dari KBS yang tewas itu adalah kambing gunung. Di antara enam ekor kambing gunung yang dibarter ke Taman Hewan Siantar, tiga ekor mati. Lalu, delapan ekor di antara sepuluh burung ibis putih kepala hitam juga mati (selengkapnya lihat grafis).
Kondisi kesehatan satwa-satwa dari KBS yang dipindahkan ke Taman Hewan Siantar tersebut terancam karena faktor perubahan iklim. Padahal, beberapa satwa itu termasuk kategori langka. Di antaranya, burung jalak bali, kuda nil, kasuari gelambir dua, dan orang utan.
Manajer Umum Taman Hewan Siantar Nandang Suaidah ketika dikonfirmasi Metro Siantar (Jawa PosGroup) mengakui, sejumlah satwa dari KBS tersebut terganggu dan mati. Menurut dia, iklim dan suhu di Siantar memang tidak sama dengan di Surabaya. Hal itu ikut berpengaruh terhadap semua satwa yang didatangkan ke Siantar pada 30 Mei dan 17 Juni 2013 tersebut. ''Pengaruh itu memang ada dan mengakibatkan kematian seperti kambing gunung,'' ujarnya.
Tetapi, Nandang menyatakan bahwa iklim dan suhu tersebut bukan penyebab utama kematian hewan-hewan itu. Sebab, setelah diotopsi, kambing tersebut mati karena makan plastik yang telah lama. Nah, diduga plastik dimakan saat hewan itu masih berada di KBS.
Selain kambing, ada sepasang celeng boteng yang mati begitu tiba di Siantar. Setelah diperiksa, ternyata ia mati karena virus erysipelas yang mungkin dibawa dari KBS. Menurut Nandang, berarti hewan-hewan bersangkutan tidak diperlakukan dengan baik di KBS.
Kaur Kesehatan Hewan Taman Hewan Siantar drh Melza Ulfa menambahkan, saat tiba di Santar, hewan-hewan yang didatangkan dari KBS menjalani pemeriksaan dua tahap. Dia mengklaim bahwa mayoritas tidak begitu sehat, terutama hewan jenis burung air.
Kambing gunung yang mati saat berada di Taman Hewan Siantar ditengarai memakan plastik sehingga pencernaannya terganggu. ''Pencernaan telah rusak karena makan plastik itu. Ditambah lagi perubahan iklim,'' ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Taman Hewan Siantar adalah milik Rahmat Shah, yang juga ketua umum Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI). Mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)/MPR tersebut bahkan melaporkan Wali Kota Tri Rismaharini ke Polda Jatim dan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan tudingan pencemaran nama baik. Selain Risma, dia melaporkan Singky Suwadji (pemerhati satwa). Keduanya pun terancam menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik.
Jumlah satwa yang diboyong Rahmat dari KBS ke Siantar mencapai 32 spesies. Di antaranya, beragam jenis rusa, jalak bali, pelikan kacamata, beberapa jenis kuda nil, babi rusa, kanguru tanah, orang utan kalimantan. Rahmat membarter ratusan satwa dari KBS itu dengan museum. Namun, museum yang diberi nama Museum Rahmat tersebut masih mangkrak.
Menurut Nandang, perpindahan 32 spesies dengan jumlah 139 satwa dari KBS ke Taman Hewan Siantar itu merupakan sebuah bagian dari upaya konservasi. Karena itu, perpindahan tersebut tidak bisa dicampuri politik maupun ekonomi. Dia menambahkan bahwa pimpinannya (Rahmat Shah, Red) ingin menyelamatkan atau melindungi hewan-hewan dari KBS tersebut. Sebab, hewan di KBS telah mengalami overpopulasi.
''Binatang di sana (Surabaya) memang tidak terawat, baik dari makanannya maupun populasinya yang sudah overpopulasi,'' paparnya.
Dia menuturkan, Rahmat melakukannya karena bagian dari bentuk tanggung jawab sebagai ketua umum PKBSI yang ditunjuk menteri langsung pada 2013. Bagi dia, Rahmat juga adalah orang yang benar-benar sangat sayang terhadap semua binatang. ''Bahkan, beliau terkesan lebih peduli pada binatang daripada kami. Contohnya, ketika berada di sini, dia selalu bertanya tentang makanan binatang di sini. Bukan menanyakan makanan kami, apakah sudah makan atau belum?'' ucapnya lantas tertawa kecil.
Nandang menganggap, permasalahan antara Rahmat dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkesan berbau politik. Dia pun berharap sejumlah pihak tidak mencampuri konservasi tersebut dengan urusan politik maupun ekonomi. ''Saya heran kenapa ribut-ribut terus. Padahal, niat beliau baik. Saya rasa ini ada unsur politik atau Risma tidak mengerti konservasi,'' tandasnya.
Sementara itu, kondisi satwa KBS yang mati saat dipindah ke Taman Hewan Siantar membuat banyak kalangan prihatin. Kematian itu tidak bisa begitu saja dianggap sebagai kewajaran. Sebab, dalam prosesnya, pertukaran satwa ke sejumlah lembaga konservasi tersebut juga terungkap sarat kejanggalan.
Menurut Sigit Hanggono, mantan kepala Dinas Peternakan Pemprov Jatim, asal usul satwa yang mati itu harus dilihat dengan cermat. Kambing gunung, misalnya. Bila mati setelah sampai di Siantar, berarti pengiriman kurang hati-hati. ''Sebab, kambing memang rentan bila dipindahkan dengan jarak lebih dari 200 kilometer,'' jelasnya.
Jika mati setelah sebulan berada di lokasi tujuan, bisa jadi kondisi tempat tujuan tidak bagus. Sebab, kambing bisa makan apa saja yang ditemui. Termasuk, plastik kresek. ''Kalau matinya sudah sebulan di tempat tujuan, itu sangat mungkin di sana salah perawatan,'' tambah Sigit.
Sesuai dengan peraturan pemerintah (PP), lanjut dia, satwa-satwa yang dipindahkan dari KBS ke luar harus menjalani pemeriksaan lebih dahulu oleh dokter hewan pemerintah. Bila pemindahan tersebut dilakukan antarkota dalam provinsi, pemeriksaan cukup dilakukan dokter yang berdinas di pemerintah kota/kabupaten. Untuk pemindahan satwa hingga ke luar provinsi, dokter hewan di tingkat provinsi harus dilibatkan.
Sigit menduga, saat pemindahan satwa-satwa dari KBS itu, tidak ada pemeriksaan kesehatan lebih dulu. Sebab, semestinya ada bukti surat-menyurat yang melibatkan intansi di pemerintahan setempat. Dia mengungkapkan, dirinya masih mempunyai banyak kolega di dinas peternakan pemprov. Namun, sejauh ini tidak ada informasi soal surat-menyurat itu.
Fakta tersebut, lanjut Sigit, setidaknya menjadi satu indikasi belum adanya pemeriksaan satwa asal KBS yang dipindahkan ke luar itu. ''Kalau ada, mestinya dinas (Dinas Peternakan Jatim) sudah ramai. Ini kan sama sekali damai-damai saja,'' tambahnya.
Di lain pihak, Polrestabes Surabaya terus berupaya mengusut skandal pertukaran ratusan satwa KBS itu. Sebelumnya, mereka ''hanya'' memeriksa beberapa pihak dengan memanggilnya ke mapolrestabes. Kali ini, polisi juga melengkapi penyelidikan dengan mendatangi lembaga konservasi yang terlibat.
''Semua akan bergerak bersamaan untuk mengecek fisik ke empat lembaga konservasi yang turut melakukan perjanjian pertukaran satwa dengan KBS,'' tegas Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sumaryono kemarin.
Satu tim akan mendatangi Maharani Zoo & Goa Lamongan dan satu tim lagi bakal bergerak ke Mirah Fantasia Banyuwangi. Adapun satu tim lain, mereka akan memeriksa dua tempat sekaligus, yakni Taman Safari Indonesia II Prigen (Pasuruan) serta Jatim Park II Batu.
Bagi polisi, penuntasan kasus yang lebih cepat akan memangkas energi sekaligus menghilangkan tudingan miring yang muncul di publik. Sebab, skandal KBS ini memang mendapat perhatian banyak kalangan. Bahkan, ''macan-macan'' atau tokoh senior Surabaya ramai-ramai ikut turun gunung. Mereka menaruh harapan besar agar yang terlibat sebagai tersangka dijebloskan ke tahanan. Tidak peduli siapa pun mereka. (jun/fim/jpnn/c14/c5/hud)