Diskusi Persebaya Ricuh, Polisi Didesak Cabut Izin Kongres PSSI
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane meminta Polda Jawa Timur mencabut izin, membatalkan atau membubarkan Kongres PSSI di Surabaya yang akan berlangsung mulai 18 April mendatang.
IPW memohon hal ini bukan tanpa alasan. Tanda-tanda kericuhan, konflik, dan bentrokan massa di kongres itu sudah terlihat. Selain itu, IPW juga mendesak agar Wakil Presiden Jusuf Kalla yang semula akan membuka Kongres PSSI sebaiknya membatalkan niatnya.
"Membuka sebuah kongres yang berpotensi ricuh dan bentrokan massa hanya mempermalukan kredibilitas Wakil Presiden," kata Neta, Jumat (17/4).
Tanda-tanda kericuhan Kongres PSSI di Surabaya lanjutnya, sudah terlihat saat diskusi tentang Persebaya Surabaya di stasiun televisi lokal di Gedung Graha Pena, Surabaya, Kamis (16/4) yang ricuh karena diserbu massa berseragam ormas tertentu. Selain merusak dan memukul pembicara, massa juga memaksa membubarkan acara.
"Akibatnya, ratusan bonek melakukan serangan balasan kepada para penyerbu dan bonek melaporkan penyerangan tersebut ke Polda Jawa Timur," ungkapnya.
Selain itu, para bonek juga mengepung Hotel JW Marriott tempat acara kongres akan berlangsung, imbuhnya. "Melihat kericuhan yang berpotensi pada kerusuhan massa itu, IPW mendesak Polda Jatim segera mencabut izin Kongres PSSI dan membatalkan serta membubarkan kongres yang semula akan dibuka Wapres Jusuf Kalla itu sebagai tindakan prefentif agar keamanan dan situasi kamtibmas kota Surabaya terjaga dan berjalan kondusif dan aman, mengingat lokasi kongres berada di tengah tengah kota dan pusat perekonomian Surabaya," tandas Neta.
PSSI dan panitia kongres juga diimbau agar memulangkan seluruh peserta kongres demi keamanan mereka, untuk kemudian nantinya PSSI memindahkan lokasi kongres ke tempat yang aman.
"PSSI, panitia, dan peserta Kongres PSSI harus menyadari bahwa olahraga dan sepakbola sangat syarat dengan nilai-nilai fairfly, sehingga sikap jiwa besar dan demi keamanan orang lain (masyarakat) harus menjadi pedoman, sehingga tidak mengedepankan arogansi, apalagi mengancam ketertiban masyarakat," pungkasnya. (fas/jpnn)