Dorong Bawaslu Segera Tuntaskan Twit Sinting dari Fahri Hamzah
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti mengharapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) segera memastikan ada atau tidaknya unsur pelanggaran aturan pemilu terkait kicauan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah di Twitter yang menyebut Joko Widodo sinting. Keputusan Bawaslu dianggap penting untuk memastikan kicauan Fahri terhadap calon presiden yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu memang sekadar kritik atau justru didasari kebencian.
“Kita beri kesempatan kepada Bawaslu untuk memastikan apakah kicauan Fahri masuk kategori yang melecehkan, atau memang semata ungkapan dari sikap kritisnya. Mengingat waktu pemilu makin dekat, sebaiknya Bawaslu segera dapat menyelesaikannya, sehingga kita bisa membedakan apa itu kritik dan apa itu kebencian,” kata Ray di Jakarta, Selasa (1/7).
Meski demikian Ray tetap menyayangkan penggunaan istilah ‘sinting’ dalam kicauan Fahri. Terlebih, kicauan soal sinting itu digunakan Fahri untuk mengomentari dukungan Jokowi terhadap penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Ray mengatakan, semestinya Fahri menggali informasi terlebih dulu sebelum mengkritik Jokowi soal Hari Santri Nasional. Sebab, permintaan untuk menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional itu sebenarnya memang menjadi aspirasi banyak santri. Sementara Jokowi, lanjut Ray, cuma menampung aspirasi yang diusulkan para santri.
Karenanya Ray menganggap penggunaan istilah ‘sinting’ untuk itu menyerang Jokowi sama saja menyerang santri yang mengusulkan Hari Santri Nasional. “Jadi menyebut persetujuan itu sebagai sinting, secara langsung juga menganggap yang mengusung (usulan Hari Santri Nasional, red) sebagai hal yang sama. Menyebut sinting sebagai bagian dari kritik tentu tak dapat dibenarkan,” ucap Ray.
Ditambahkannya, Fahri justru cenderung menggambarkan perasaan hati daripada sikap kritisnya. “Hingga Fahri membuat definisi sendiri tentang bgaimana ia berbuat dan berkata lalu menyebut tindakannya sebagai kritik. Penilaian subjektifnya atas tindakan dirinya di ruang publik tidak dengan sendirinya menjadi pembenaran atas langkahnya di ruang publik,” pungkas Ray.(ara/jpnn)