DPD RI: UU Larangan Minol Akan Berdampak Positif Bagi Perekonomian Jangka Panjang
“Keuntungan negara bisa dilihat dari penerimaan cukai minuman beralkohol dan etil alkohol nilainya masing-masing Rp5,76 triliun dan Rp240 miliar sepanjang 2020. Jika digabungkan nilainya cuma Rp6 triliun atau setara 3,5 persen dari penerimaan cukai hasil tembakau (rokok). Jadi kecil sekali sebenarnya keuntungan yang diperoleh negara,” ujar Bhima, Senin (24/5/2021).
Sementara, lanjut Bhima, dampak dari peredaran Minol ini sangat berisiko bagi perekonomian.
Menurut dia, jika mengambil studi yang dilakukan Montarat (2009) pada 12 negara menyebutkan bahwa beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45% hingga 5,44% dari PDB.
"Jika dilihat, angka PDB Indonesia pada 2020 adalah Rp15.434 triliun. Jika mengambil angka yang sama dengan Amerika Serikat atau 1,66% maka di Indonesia kerugian setara dengan Rp256 triliun," katanya.
Dia menilai tentu beban ekonomi dari Minol ini sangat besar, bahkan lebih tinggi dari belanja kesehatan total di 2020 yakni Rp212,5 triliun.
Sedangkan saat antar-fraksi saat melakukan rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Kamis (14/1). RUU Larangan Minuman Beralkohol akhirnya ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Sejak tahun lalu, beleid ini menjadi sorotan, karena tidak hanya melarang orang mengonsumsi dan memproduksi, tetapi tiap orang juga dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah RI. Mereka yang melanggar pun dikenai sanksi pidana.
Terakhir, Sultan juga menginginkan agar pemerintah dapat mengembangkan sektor lainnya yang dapat memberikan manfaat ekonomi dengan dampak peningkatan penyerapan sektor tenaga kerja seperti pertanian, pengolahan (industrialisasi) komoditas dan ekonomi digital.