Dua Hakim Beda Pendapat soal Pasal Korupsi Perkara Emir
jpnn.com - JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Emir Moeis yang menjadi terdakwa perkara suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Namun, dua dari lima hakim yang menyidangkan perkara Emir, yakni Aviantara dan Anas Mustakim mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dissenting opinion itu menyangkut perbedaan tentang pasal di UU Antikorupsi yang dilanggar Emir. Aviantara dan Mustakim menganggap Emir terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan alternatif pertama, yaitu melanggar pasal 12 huruf b U Antikorupsi. Sedangkan tiga hakim lainnya menganggap Emir terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yakni melanggar pasal 11 UU Antikorupsi.
Aviantara saat membacakan pendapatnya menyatakan, Alstom memberikan uang suap kepada Emir agar tidak melakukan fungsi pengawasan dalam proyek itu. Saat itu, Emir menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Menurut Aviantara, hal itu berbeda dengan rumusan jaksa dalam tuntutan yang menyebut Emir menerima sogokan supaya memenangkan konsorsium Alstom. "Terdakwa Emir Moeis tidak terbukti aktif dalam mempengaruhi panitia lelang," ujar Aviantara.
Seperti diketahui, Emir divonis bersalah dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Politikus PDI Perjuangan itu dinilai terbukti menerima sebesar USD 357.000 dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sarafi. Selain itu, majelis hakim yang Matheus Samiaji juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.(gil/jpnn)