Dua Tentara Warga Tionghoa, yang Perempuan Ini tak Lagi Terima Angpao
Keseharian Christina sering dihabiskan di rumkital. Setiap hari selalu ada pasien yang harus dia periksa. Selain anggota tetap (antap) maupun istri antap (Jalasenanstri), rumkital melayani keluarga inti antap.
Tidak jarang, pasien dari lingkungan keluarga Koarmatim yang sakitnya parah harus dirawat inap di rumkital tersebut. Hal itu lumayan bisa menyibukkan anak sulung di antara dua bersaudara alumnus kedokteran Univertitas Hang Tuah (UHT) Surabaya tersebut.
Berbagai karakter pasien dihadapi Christina dengan sabar. Christina memang dididik di lingkungan keluarga yang penuh toleransi. ’’Ayah saya, Ki Madyo Dwi Utomo Susilo (Lo Siang Kiem), yang Tionghoa Surabaya bersama ibu, Mudrikah Sari, asal Jawa Lamongan membuat muslim di lingkungan keluarga ikut menjaga tradisi yang diturunkan kakek dan nenek,’’ tutur Christina.
Toleransi itu pula yang membuat Christina tak menemui banyak kendala saat kali pertama mendaftar sebagai prajurit matra laut. Padahal, tidak ada seorang pun anggota keluarganya yang berprofesi prajurit. Perjuangan alumnus SMP dan SMA Petra 5 Surabaya itu menjadi dokter diretas melalui jalur beasiswa TNI. UHT merupakan salah satu perguruan tinggi di bawah yayasan pendidikan yang dikelola TNI. Christina lolos seleksi kedokteran setelah mengungguli ratusan, bahkan ribuan pelamar.
’’Awalnya coba-coba dan ingin langsung dapat kerja,’’ tegas Kowal hasil pendidikan perwira karir (PK) angkatan 18/2012 itu.
Menjadi istri seorang prajurit TNI-AL, Christina harus siap ditinggal berlayar maupun keperluan dinas lain. Waktunya pun tidak sebentar, bisa berbulan-bulan, bahkan lebih.
Namun, dokter kelahiran Surabaya, 27 tahun silam, itu sudah terbiasa dengan pola hidup tersebut. Christina pun tidak kaget harus berjauhan dengan sang suami. Termasuk, saat masa-masa bulan madu setelah mengadakan resepsi pernikahan pada 26 Oktober 2015 di Graha Samudra Bumimoro.
Menyandang status sebagai istri turut membedakan peringatan Imlek Christina tahun ini dengan imlek-imlek sebelumnya. ’’Mulai Imlek 2015, saya tidak lagi menerima angpao. Tapi, membagi-bagikan angpao ke saudara dan keponakan yang belum berkeluarga,’’ ujar perempuan dengan tahi lalat di bawah mata kiri itu. (*/c7/oni)