Dukung Pilkada Melalui DPRD, Patrialis Dilaporkan ke Dewan Etik MK
jpnn.com - JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar kembali menjadi sorotan. Kali ini dia dilaporkan ke Dewan Etik MK oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (KMSS MK) karena dianggap tidak netral dalam kasus RUU pilkada.
Sebelumnya, mantan Menkum HAM itu disorot karena pemilihan dirinya sebagai hakim MK oleh pemerintah tidak transparan.
KMSS MK itu terdiri atas sejumlah lembaga. Di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesian Legal Roundtable (IRL), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Pusako FH Universitas Andalas. Sekitar pukul 14.00 mereka melaporkan hakim MK yang juga mantan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Peneliti IRL Erwin Natosmal Oemar menjelaskan, dugaan pelanggaran kode etik itu terjadi saat Patrialis memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam kuliah umum tersebut, dia memperlihatkan dukungan pada pilkada tidak langsung. Patrialis menyebut bahwa pemilihan kepala daerah harus dipilih DPRD yang juga perwakilan rakyat.
"Padahal, hakim MK itu seharusnya menahan diri dari hal-hal yang nanti bisa dibawa ke MK. Sifat itu mengikat meski di luar gedung MK. Bisa jadi Patrialis sama sekali tidak berintegritas," ujarnya.
Menurut Erwin, RUU pilkada ketika disahkan sangat rawan untuk dibawa ke MK. Kalau Patrialis telah menunjukkan dukungannya pada pilkada tidak langsung, publik tidak akan percaya pada putusan MK nanti. "Kami ingin menjaga kehormatan MK," jelasnya.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya berharap Patrialis diberi sanksi tegas oleh Dewan Etik MK. Sanksi yang dimaksud adalah melarang Patrialis menjadi hakim untuk perkara RUU pilkada.
Sanksi tersebut dijatuhkan untuk menegaskan bahwa MK lepas dari semua kepentingan kelompok mana pun. Dia menuturkan, semua orang mengetahui bahwa Patrialis adalah mantan politikus PAN. Saat ini PAN merupakan anggota Koalisi Merah Putih yang mengusung pilkada melalui DPRD.
Dewan Etik MK juga diharapkan terbuka soal pemberian sanksi terhadap hakim MK. Dengan begitu, masyarakat benar-benar mengetahui bagaimana keputusan itu diambil. "Contohnya dewan kehormatan penyelenggara pemilu (DKPP), lembaga itu melaksanakan sidang terbuka. Dewan Etik MK masak tidak bisa," terangnya.
Patrialis kemarin tidak berada di kantornya. Saat dihubungi melalui telepon dan pesan singkat untuk dimintai konfirmasi, Patrialis tidak memberi respons. (idr/c7/tom)