Ekonom: Kenaikan Pertamax Sudah Tepat
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai keputusan kenaikan harga Pertamax dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter sudah tepat.
Pasalnya, harga minyak mentah Maret jauh lebih tinggi dibanding Februari membuat harga keekonomian Pertamax melambung.
Harga minyak dunia sudah mencapai USD 130 dolar AS per barel.
"Jika tidak dinaikkan beban Pertamina makin berat, penaikkan harga Pertamax pada 1 April sudah tepat," ujarnya di Jakarta, Jumat (1/4).
Fahmy mengatakan penetapan harga Pertamax memang harus ditentukan oleh mekanisme pasar. Oleh karena itu, harga yang ideal adalah sesuai dengan harga keekonomian.
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga keekonomian atau batas atas harga Pertamax akan lebih tinggi dari Rp 14.526 per liter, bahkan bisa jadi sekitar Rp 16 ribu per liter.
Pemerintah Indonesia menilai krisis geopolitik yang terus berkembang sampai saat ini mengakibatkan harga minyak dunia melambung tinggi di atas USD 100 per barel.
Situasi itu lantas mendorong harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) per 24 Maret 2022 tercatat USD 114,55 per barel atau melonjak hingga lebih dari 56 persen dari periode Desember 2021 yang sebesar USD 73,36 per barel.
Kendati demikian, Fahmy tidak menampik harga Pertamax itu memang memicu inflasi, tetapi kontribusinya kecil lantaran proporsi konsumen hanya sekitar 14 persen.
Fahmy pun meminta agar Pertamina tidak menaikkan harga Pertalite karena bahan bakar minyak bersubsidi ini punya proporsi konsumen paling dominan hingga 83 persen.
"Kenaikan harga Pertalite naik bisa menyulut inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat," tegas Fahmy.(antara/jpnn)