Fadli Zon Sebut Bencana Asap Ironi di Tengah Wacana Pindah Ibu Kota
Padahal, lanjut dia, merujuk data-data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ataupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sepanjang pemerintahannya selalu terjadi karhutla dengan luasan bersifat fluktuatif.
Pada 2015, areal kebakaran hutan mencapai 2,6 juta hektare. Itu adalah bencana karhutla terburuk sesudah bencana tahun 1997/1998 yang luas areal kebakarannya mencapai 10 hingga 11 juta hektare. Pada 2016, luas areal yang terbakar turun menjadi 438.363 hektare. Tahun berikutnya, 2017, luas areal kembali turun menjadi 165.528 hektare. "Pada 2018, luar areal kembali melonjak menjadi 510 ribu hektare," ungkap Fadli.
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menuturkan, tahun ini luas areal diperkirakan akan kembali bertambah. Menurut data BNPB, kata dia, luas karhutla pada periode Januari hingga Agustus 2019 saja sudah mencapai 328.724 hektare.
Provinsi Riau tercatat sebagai wilayah terluas yang dilanda karhutla yakni mencapai 49.266 hektare. Daerah terluas berikutnya adalah Kalimantan Tengah, dengan luas karhutla mencapai 44.769 hektare. Selanjutnya adalah Kalimantan Barat seluas 25.900 hektare, Kalimantan Selatan 19.490 hektare, dan Sumatera Selatan 11.826 hektare.
Menurut Fadli, dari tingkat polusi, levelnya juga telah melampaui ambang batas. Hingga akhir pekan lalu, misalnya, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Pekanbaru, Riau, mencapai 848. Di Kabupaten Siak, Riau, mencapai level 877. Padahal, batas polusi katagori berbahaya adalah 350.
Di tengah peningkatan skala bencana yang terjadi, Fadli melihat opini yang disampaikan pemerintah terkait penyebab karhutla justru simpang siur.
"Jika KLHK tegas menyebut korporasi, bahkan sudah melakukan penyegelan terhadap lebih dari 40 perusahaan, namun kita mendengar Menko Polhukam (Wiranto) justru memberikan pernyataan berbeda dari kesimpulan KLHK," ujarnya.
"Saya kira ini akan membuat penyelesaian kasus karhutla jadi tidak jelas dan tak tegas," tambahnya.