Fahri Ingatkan Penasihat dan Pembantu Jokowi Ikut Bangun Harmoni
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah meminta para pembantu dan penasihat Presiden Joko Widodo untuk mengurangi beban yang bersumber dari konstiusi terhadap kepala negara yang akrab disapa dengan panggilan Jokowi itu. Sebab, Presiden Jokowi harus membangun harmoni dengan institusi lain sehingga jangan sampai terjebak dalam problem konstitusi.
Menurut Fahri, ada tiga persoalan terkait perundang-undangan yang telah menyeret Jokowi ke problem konstitusi. Yang pertama adalah keluarnya surat dari Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna A Laoly perihal pengesahan DPP PPP hasil Muktamar di Surabaya.
"Faktanya, surat tersebut oleh Pengadilan Tata Usaha Negara diperintahkan untuk ditunda pemberlakuannya," kata Fahri di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/11).
Yang kedua adalah surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo kepada Presiden Jokowi terkait pelantikan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama alias Ahok menjadi gubernur definitif di ibu kota. Menurut Fahri, usulan pengangkatan Ahok oleh DPRD DKI justru menyalahi aturan karena hanya untuk memenuhi keinginan satu fraksi saja.
"Surat tersebut melanggar kesepakatan empat fraksi di DPRD DKI Jakarta dan hanya memenuhi keinginan satu fraksi saja. Kalau mau pakai perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang, red) untuk menjadikan Ahok gubernur, silakan," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Yang ketiga adalah keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di saat tren harga minyak dunia turun. Menurut Fahri, ada keharusan bagi presiden untuk berkonsultasi dengan DPR sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Betul Pasal 14 UU APBN terkait keharusan presiden membicarakan rencana kenaikan harga BBM terlebih dahulu telah dicabut. Tapi lihat Pasal 13, ada keharusan presiden berkonsultasi dengan DPR apabila harga minyak dunia terlalu rendah seperti sekarang," tegas Fahri.
Fahri menyebut tiga keputusan pemerintah itu telah menyeret Jokowi ke dalam problem konstitusionalitas. "Menurut hemat kami, ini tidak baik untuk presiden yang seharusnya membangun harmonisasi," pinta anggota DPR dari NTB itu.(fas/jpnn)