Fahri Sarankan Jokowi Keluarkan Perppu untuk Pangkas Anggaran
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, sampai saat ini legislatif masih berbeda pendapat dengan pemerintah perihal kata "penghematan" dengan "pemotongan" dalam APBN Perubahan 2016.
Contohnya ujar Fahri, seperti yang pernah dilakukan era Susilo Bambang Yudhoyono yang menerbitkan instruksi presiden (inpres) penghematan. "Kira-kira substansi inpresnya, tolong ya, kementerian dan lembaga-lembaga negara, cek anggaran kalian yang bisa dihemat yang mana. Tapi jangan rusak dan ganggu program yang berjalan, jadi inpresnya begitu," kata Fahri, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (13/9).
Jadi menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, usulan inpres penghematan datang dari presiden dan anggaran mana saja yang akan dihemat datang dari bawah. Kementerian dan lembaga-lembaga negara menyetor sekian hasil penghematannya. Penghematan itu kemudian diakumulasi menjadi sisa yang bisa digunakan untuk APBN tahun berikutnya.
"Tapi kalau sekarang ini jumlah potongannya dari atas. Efeknya tentu kepada terhentinya program. Itu yang terjadi. Termasuk saya bilang DPR tidak dipotong karena pikirannya mungkin DPR jangan ribut. Justru pemotongan itu yang salah, harusnya dari bawah," tegas Fahri.
Kalau dipotong dari atas, yang bisa mengubah postur anggaran yang sudah ditetapkan di APBNP 2016, harusnya itu memakai dasar aturan undang-undang, atau peraturan setingkatnya, karena ini nantinya terkait pertanggungjawaban negara.
"Makanya saya bilang kalau mau cepat, Inpres itu di-perppu-kan saja, begitu di-perppu-kan berlaku, lalu tawarkan ke DPR. Kalau DPR menerima dalam sebulan, ya sudah terus dilaksanakan, kalau menolak ya berhenti kembali ke APBNP 2016," sarannya.
Sekarang lanjutnya, inpres itu diklaim sebagai imbauan. Kalau imbauan menurut Fahri, jangan tentukan jumlahnya, tunggu saja dari bawah berapa yang bisa dihemat, jangan dibalik, dipotong dari atas, itu bukan imbauan.
"Ini sama dengan, anda punya uang seratus, lalu saya potong lima puluh. Itu namanya pemotongan. Tapi kalau dihimbau, tolong dong hemat, terus anda bilang kebetulan saya bisa hemat nih lima puluh, itu beda dong. Kalau yang pertama tadi itu memaksa, dan itu bisa punya efek kekacauan anggaran di kementerian dan lembaga-lembaga. Kalau yang kedua itu, kementerian negara sudah menyesuaikan diri mana yang bisa dipotong dan tidak mengganggu," pungkasnya.(fas/jpnn)