Gara-Gara Pria Ini, Korea Utara Marah Besar
jpnn.com - SEOUL - Pemerintah Korea Utara (Korut) sedang kesal. Ini gara-gara ulah, Kenneth Bae, warga AS kelahiran Korsel yang pernah ditahan di Korut.
Bae dianggap menjelek-jelekkan negara Kim Jong-un itu. Saat ini Bae diundang di berbagai tempat untuk membahas bukunya, Not Forgotten: The True Story of My Imprisonment in North Korea (Tak Terlupakan: Kisah Nyata Penahanan Saya di Korea Utara, Red).
Bae yang menjalankan misi misionarisnya di Korut ditangkap pada November 2012. Dia dituding berusaha menggulingkan pemerintah Korut.
Bae akhirnya dihukum kerja paksa selama 15 tahun. Namun, pada November 2014, dia telah dibebaskan bersama seorang tahanan lain asal AS, Matthew Todd Miller. Setelah bebas, pria 47 tahun itu menulis pengalamannya dalam bentuk buku yang dirilis pada Mei lalu.
''Selama Kenneth Bae terus mengoceh, tidak akan ada negosiasi atas para kriminalis Amerika yang ditahan di negara kami. Mereka tak akan bisa menginjakkan kaki di tanah airnya lagi,'' tegas pemerintah Korut melalui kantor berita KCNA kemarin (20/6).
Sesuai dengan judulnya, buku itu bercerita tentang masa lalu ketika Bae masih berada di balik jeruji besi di Korut. Korut memang masih memiliki dua tahanan asal AS. Yaitu, mahasiswa yang bernama Otto Warmbier, 21, dan misionaris yang bernama Kim Dong-chul.
Warmbier dihukum 15 tahun kerja paksa pada Maret lalu karena mencuri banner propaganda dari hotel di Pyongyang. Pada April lalu, Kim dihukum 10 tahun kerja paksa dengan tudingan memata-matai Korut.
Bae mengungkapkan, selama ditahan, dirinya telah dijadikan alat negosiasi oleh pemerintah Korut. Sejak perilisan buku itu, Bae diwawancarai banyak media. Bae bahkan berencana mendirikan yayasan untuk mendukung warga Korut yang membelot. Karena itulah, Pyongyang berang.
AS sudah memperingatkan warga negaranya untuk tidak berkunjung ke Korut. Termasuk memperingatkan tingginya risiko ditahan. Namun, tetap saja ada orang Amerika yang tertarik mengunjungi Korut.
Sejatinya modus Korut menjadikan tawanan sebagai alat negosiasi sudah lama diterapkan. Pada masa lalu, Korut menjadikan tahanan sebagai daya tawar agar orang-orang penting datang ke Pyongyang melakukan negosiasi pembebasan tawanan.
Misalnya saja, mantan Presiden AS Jimmy Carter dan Bill Clinton. AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara yang dipimpin Kim Jong-un itu.
Biasanya, keperluan AS di Korut ditangani Kedutaan Besar (Kedubes) Swedia. Terutama bagi warga negara mereka yang ditahan Korut. Namun, tentu bantuan dari Swedia itu terbatas. (AFP/Reuters/sha/c14/any/flo/jpnn)