Gawat! Ratusan Industri Gula Tebu Tutup
jpnn.com - TULUNGAGUNG - Ratusan industri gula tebu rumahan di Tulungagung gulung tikar. Sebab, selain kalah bersaing, harga jual tidak stabil serta cenderung terus menurun. Kondisi itu membuat pengusaha sulit mengembalikan modal. Kondisi yang kurang menguntungkan itu bisa dilihat di Kecamatan Sumbergempol. Dulu kecamatan tersebut merupakan sentra industri gula tebu.
''Banyak pengusaha gula yang terpaksa tutup karena harga jual tidak bagus. Di Kecamatan Sumbergempol, ada 50 persen pengusaha yang sudah bangkrut,'' kata Ketua Paguyuban Pengusaha dan Perajin Gula Tebu di Kabupaten Tulungagung Hariadi.
Dia menyatakan, pada tiga tahun lalu, di Kecamatan Sumbergempol, yang memiliki sentra industri gula tebu swasta atau rumahan cukup banyak. Yakni, sekitar 400 unit industri. Namun, sekarang hanya 200 yang bertahan.
Sementara itu, di kecamatan-kecamatan lain, termasuk Ngunut, Ngantru, dan Kauman, ada 200 unit usaha pada 2013. Namun, kini diperkirakan hanya 100 yang bertahan.
''Mereka kalah bersaing sehingga rela pindah dan menutup usaha,'' ungkap Hariadi.
Dia mengakui, rata-rata pengusaha gula tebu rumahan yang masih bertahan sudah memiliki pasar. Artinya, mereka memiliki akses pasar langsung ke daerah-daerah pemasaran. Misalnya, Jawa Barat, termasuk Kabupaten Bandung, dan Purwokerto.
Berbeda dengan pelaku usaha yang sudah gulung tikar. Pemasaran masih melalui jalur broker atau pengepul sehingga harga berbeda jauh.
''Sebenarnya, masalah utamanya adalah tidak semua perajin dan pengusaha gula tebu memiliki akses pasar langsung. Sebagian masih melalui pengepul, makanya perlu harga yang stabil,'' ucapnya.
Saat ditanyai harga saat ini, Hariadi menjawab dengan asumsi rendemen. Yakni, harga jual gula tebu cetak sekitar Rp 11.500 per kilogram. Sementara itu, harga gula tebu garuk atau noncetak untuk memenuhi kebutuhan pabrikan seperti diolah menjadi produk kecap atau industri makanan olahan berskala besar hanya Rp 9.500 per kilogram. (lil/din/c5/ai/flo/jpnn)