Gubernur BI Dinilai tak Becus Kelola Rupiah
jpnn.com - JAKARTA - Presiden Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri menilai ada yang aneh dengan pelemahan rupiah akhir-akhir ini. Yakni pelemahan rupiah tidak diikuti oleh kenaikan ekspor. Posisi ekspor tertinggi menurut Daruri, justru ketika nilai tukar berada pada posisi Rp 9.000 per dolar Amerika.
"Di Malaysia dan Singapura, pelemahan mata uang mereka diikuti oleh kenaikan ekspor. Di Jepang bahkan pelemahan mata uang mereka diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada kuartal pertama tahun ini. Sementara di Indonesia justru pertumbuhan ekonomi mengkeret pada kuartal yang sama dibandingkan dengan rata-rata kuartal pertama 10 tahun terakhir," kata Achmad Deni Daruri, di Jakarta, Kamis (18/6).
Pelemahan mata uang yang tidak diikuti oleh peningkatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi, ujar Daruri, mengindikasikan ada yang salah dengan Bank Indonesia. "Kesalahan pertama adalah tidak mampunya Gubernur Bank Indonesia mengatur rupiah," tegasnya.
Sebagai satu-satunya lembaga di dunia yang diberikan mandat untuk mengelola inflasi rupiah dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia kata Daruri, tidak mampu melaksanakan mandat tersebut. "Inflasi dan depresiasi rupiah sudah melewati target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia itu sendiri," ungkapnya.
Dia jelaskan, ketidakmampuan Gubernur Bank Indonesia akhirnya membuat pelaku usaha di Indonesia kehilangan pegangan dalam membuat perencanaan usaha. Perusahaan substitusi impor, lanjutnya, menghadapi kerugian selisih nilai tukar yang semakin besar sementara perusahaan yang berorientasi ekspor juga tidak mampu mendapatkan keuntungan dari nilai tukar tersebut karena inflasi yang tinggi.
"Kedua, ada indikasi bahwa Gubernur Bank Indonesia tidak dihormati oleh pasar karena pasar mengetahui kualitas pendidikan moneter dari sang gubernur. Berbeda misalnya dengan Kuroda (Gubernur Bank Sentral Jepang) yang pada beberapa hari yang lalu mengatakan dengan lantang bahwa pelemahan Yen sudah terlalu besar dan dalam hitungan detik Yen kembali menguat. Bank Indonesia memiliki banyak sumber daya dan dukungan peraturan, namun yang dilihat pasar adalah kecerdasan sang gubernur," pungkasnya. (fas/jpnn)