Hakim Sebut Keberatan Penasihat Hukum Ahok Rancu
Menurut Rosyad, setelah mempelajari dan meneliti kembali maka pengadilan menyatakan JPU telah menyalin lengkap pasal yang didakwakan kepada Ahok, tanpa ada menambah kata-kata perbuatan terdakwa dilakukan dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta.
Menurut majelis, keberatan ini sangat janggal karena penuntut umum tidak mendakwakan pasal 156 b KUHP.
“Maka dalil keberatan penasihat hukum tidak beralasan dan tidak berdasar hukum,” tegasnya.
Selain itu pengadilan juga tidak sependapat dengan dalil PH yang menyatakan penuntut umum tidak mendefinisikan secara tegas subjek korban sebagaimana pasal 156 a KUHP dan yang dimaksudkan Ahok dalam dakwaan alternatif kedua. Menurut Rosyad, pengadilan kurang memahami dalil PH tentang subjek korban dalam keberatannya.
Sebab, kata dia, dalam tata kalimat bahasa Indonesia subjek biasanya dipadankan sebagai pelaku. Sedangkan korban sebagai objek. Akan tetapi, lanjut Rosyad, di luar kerancuan yang disampaikan PH tersebut, pengadilan menilai keberatan itu telah masuk dalam materi pokok perkara. Sehingga akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pertimbangan pokok perkara. “Menimbang bahwa dalam pertimbangan tersebut di atas maka keberatan penasihat hukum tersebut akan diputus bersama putusan terakhir. Karenanya keberatan tidak dapat diterima,” katanya.
Oleh karena keberatan tidak dapat diterima dan dakwaan sudah disusun secara cermat, lengkap dan jelas, maka surat dakwaan perkara a quo harus dinyatakan sah untuk dasar pemeriksaan terdakwa di persidangan. “Dan memerintahkan pemeriksaan dilanjutkan,” pungkas Rosyad.