Harapkan Indonesia Tak Terjerumus APEC
jpnn.com - JAKARTA - Indonesia Budget Center (IBC) meminta pemerintah tidak menjerumuskan Indonesia menjadi pasar penadah barang impor impor saat menggelar Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali. Hal ini disampaikan peneliti IBC Apung Widadi di Jakarta, Kamis, (26/9).
Menurutnya, selama ini pemerintah lebih pro terhadap kepentingan asing dibanding kepentingan dalam negeri. "Indonesia masih bergantung pada asing, tidak memperkuat dirinya seendiri. Kepentingan Presiden SBY saat ini juga sangat pro pasar, negara-negara barat. Penduduk kita banyak dan kita hanya dijadikan pasar," kata Apung.
Lebih lanjut Apung mengatakan, banyak potensi Indonesia yang bisa dikelola untuk ekspor. Namun, tidak ada dorongan yang cukup dari pemerintah. Selain itu, pemerintah cenderung memilih jalan instan dengan mengimpor dari luar negeri. Inilah, kata dia, yang menyebabkan Indonesia susah menjadi negaraa industri.
"Selama ini di expo-expo yang digaungkan hanya kerajinan tangan. Tapi ekspor-ekspor yang terkait dengan kebutuhan pokok manusia kan tidak. Kita impor terus. Dalam sisi politik internasional, posisi Indonesia bukan supply bahan pokok utama," kata Apung.
Dari segi pangan, Indonesia terbilang masih lemah karena masih bergantung pada impor. Indonesia menjadi pasar untuk pangan dari luar, terutama kedelai dan gandum.
Menurut Program Staff Regional Genetic Resources Action International (Grain), Asia Kartini Samon, ada ketimpangan pangan yang luar biasa baik di Indonesia dan Asia. "Dari sisi produksi pangan dan daging produksinya hampir 50 persen dari total produksi pangan dunia. Tapi, 50 persen pasar pangan di dunia juga berada di Asia," ujar Kartini.
Kartini menilai kebijakan pangan dan pertanian Indonesia berorientasi pada pasar bebas. Ditambah, kebijakan pemerintah sangat melonggarkan impor seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 16/2013 tentang impor hortikultura dan Permendag 24/2013 tentang impor kedelai. "Kebijakan yang ada hari ini malah lebih liberal, mendukung impor," tutur Kartini.
Kartini menambahkan, untuk menyelesaikan persoalan pangan yang kian karut-marut, pemerintah harus menetapkan jaminan harga untuk komoditas-komoditas strategis, mengembalikan peran penyangga pangan pada Perum Bulog, sertamengeluarkan kebijakan yang melindungi petani. Selain itu, kata dia, APEC harus dijadikan tempat bagi Indonesia untuk mencari posisi produsen, bukan lagi sebagai pasar impor. (flo/jpnn)