Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hati-hati Kalau Pusing Berkepanjangan, itu Tandanya

Senin, 15 Februari 2016 – 10:21 WIB
Hati-hati Kalau Pusing Berkepanjangan, itu Tandanya - JPNN.COM
Ilustrasi

SURABAYA – Anda kerap pusing berkepanjangan? Hati-hati, itu bisa jadi gejala awal stress yang ujung-ujungnya bisa memicu depresi. Tak hanya mental, tetapi juga fisik.

Psikiater RSUD dr Soetomo dr Yunias Setiawati SpKJ (K) menyatakan, bentuk depresi itu awalnya hanya tegang dan cemas. Lalu, berlanjut menjadi sulit tidur, pusing, susah konsentrasi, dan mudah lupa. Pada tingkat parah, penyakit lebih berat bisa menyerang. ''Seseorang yang agresif dan mudah tersinggung kalau menghadapi tekanan kerja dapat terkena jantung koroner,'' tuturnya.

Menurut dia, penyakit lain yang mengancam adalah hipertensi. Sebab, stres membuat tekanan darah meningkat. Ada lagi asma yang disebabkan stressor berkepanjangan. Stressor merupakan segala hal yang memicu stres. Bukan hanya itu, depresi karena pekerjaan bisa memunculkan keluhan rematik, maag, diare kronis, dan obesitas.

Yunias menyebutkan, penyakit-penyakit itu muncul dari kelenjar hypothalamic pituitary adrenal (HPA)axis yang keluar karena rangsangan stres. Kelenjar itu mengaktifkan corticotrophin releasing hormone dan mensekresi adrenocorticotropic hormone. Hormon tersebut memengaruhi semua organ tubuh. ''Orang kalau stres kondisinya bukan hanya cemas. Tapi, ada juga yang blank, menjadi pendiam, menarik diri, mudah lelah, prestasi di tempat kerja turun,'' jelasnya.

Menurut Yunias, kini angka penderita stres karena pekerjaan cukup tinggi. Setiap hari ada pasien baru. Keluhan pertama biasanya pusing. Setelah digali alasannya, mereka diketahui bermasalah dengan tuntutan kerja, bos, sampai sesama rekan sekantor.

Menurut alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya itu, semua pekerjaan bisa mengakibatkan stres. Misalnya, marketing yang terkait dengan target penjualan, dokter pada keberhasilan penanganan pasien, hingga pekerja media terhadap tekanan redaksi. ''Dampak stressor itu nonspesifik, tidak tertentu. Bergantung kepribadian dasar dan besar lama serangan stressor,'' paparnya.

Setiap orang punya respons yang tidak sama terhadap stres dalam pekerjaan. Ada yang mudah beradaptasi. Ada pula yang tidak. Dampak perilaku pada penderita depresi bisa sampai penyalahgunaan alkohol dan narkoba. Biasanya, pekerja dengan rasa percaya diri yang rendah dan takut gagal lebih mungkin terkena depresi.

Sumber stres, kata dia, beragam. Yang pertama frustrasi. Yakni, hambatan mencapai tujuan. Dia mencontohkan, seorang pekerja yang harus mencapai target, namun tidak tercapai karena halangan tertentu. ''Misalnya, ingin cepat berhasil, tapi waktunya nggak nutut,'' ucapnya.

Kedua, stressor lantaran konflik. Misalnya, dengan bos. Terakhir, stressor akibat krisis atau perubahan mendadak yang menimbulkan masalah. Yunias menambahkan, ada beberapa cara untuk menghadapi stres. Pertama, relaksasi. Kedua, mengidentifikasi masalah dan mencari solusi. Kalau perlu, ceritakan masalah tersebut kepada orang lain yang bisa memberikan masukan.

Misalnya rekan kerja, keluarga, atau bahkan komunikasikan masalah dengaan atasan agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak. Komunikasi yang baik bisa mengurangi risiko terkena stres di kantor. 

Jika sudah parah, pekerja sebaiknya datang ke psikiater. Tujuannya, memberikan obat anticemas. Sebab, depresi biasanya menyerang bagian neurotrasnmiter. ''Yang paling penting ada dukungan dari lingkungan kerja,'' ungkapnya. (nir/c15/any/pda)

 

 

SURABAYA – Anda kerap pusing berkepanjangan? Hati-hati, itu bisa jadi gejala awal stress yang ujung-ujungnya bisa memicu depresi. Tak

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News