Hujan Turun Hingga September, Begini Penjelasannya
Fenomena La Nina sendiri telah terjadi sejak bulan Maret lalu. Dan diperkirakan akan selesai pada September mendatang. Maka, Jatim khususnya Surabaya masih rawan diguyur hujan sampai dua bulan ke depan.
"Karena tahun kemarin sudah terjadi El Nino, dimana kekeringan cukup lama, sekarang yang datang giliran La Nina. Sudah menjadi kebiasaan setiap kali ada El Nino, pasti ada La Nina,” jelas Rofiul.
La Nina yang saat ini terjadi di Indonesia ini masih tergolong lemah. Dimana nilai anomali suhu muka (permukaan) laut di angka -0,5 sampai -1,0 derajat Celcius. Hal ini menyebabkan mengapa kondisi suhu permukaan laut di Indonesia masih hangat, yang berpotensi membentuk awan penghujan.
Fenomena LA Nina dan El Nino sendiri pertama kali ditemukan oleh nelayan Peru. Sebenarnya fenomena El Nino dan La Nina sendiri sudah tidak asing di Indonesia bahkan dunia. Sejak puluban tahun lalu, dunia sudah sering mengalami fenomena La Nina dan El Nino ini.
Misalnya pada tahun 1988, 1995, 1997, 2010 dan 2013 silam. La Nina dan El Nino sendiri bukan fenomena alam yang periodik. Namun, pada umumnya terjadi lima sampai tujuh tahun sekali.
Selain fenomena global La Nina, penyebab masih seringnya hujan lebat di Surabaya dan Jatim adalah karena adanya daerah tekanan rendah di Indonesia. Tekanan rendah ini yang memicu pergerakan awan sehingga memudahkan pembentukan awan penghujan pula.
Begitu pula dengan kondisi alam lokal, seperti kondisi gunung, tekanan suhu di beberapa daerah, baik rendah atau tinggi. Apalagi Indonesia memiliki tipikal tipografi yang berbeda yang membuat pergerakan tekanan udara cukup mudah.
Sedangkan untuk intesitas hujan, Surabaya masih berpotensi diguyur hujan dengan intensitas ringan, sedang hingga lebat. Begitu pula dengan potensi angin. “Angin kencang sesaat juga masih sangat berpotensi,” ingatnya.