Hukuman Mati Bentuk Kemalasan Aparat Negara Berantas Narkoba
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan ada ketidakjelasan hukum mati yang diberlakukan di Indonesia. Makanya, ia menyarankan agar perlu ada regulasi yang mengatur hukuman mati.
“Kedepannya nanti biar ada kepastian. Eksekusi atau tidaknya. Seharusnya, urusan politik dan kerjasama dilakukan terpisah. Agar kebijakan presiden tak terganggu dengan Undang Undang,” kata Desmond saat dihubungi wartawan, Minggu (8/3).
Desmond juga menilai terkait dengan penundaan eksekusi oleh Kejaksaan sesuatu yang wajar. Namun, ia meminta kepada pihak Kejaksaan untuk menjelaskan alasan penundaan tersebut kepada publik.
“Jika dalam melakukan keputusan menunda tak apa, tetapi alasannya dilakukannya penundaan itu cukup atau tidak. Karena kita disini membicarakan kejelasan hukum yang logis,” ujar Desmon.
Desmond mewajarkan, jika penundaan itu dilakukan terkait hubungan Indonesia dengan Australia sedang tidak baik. Oleh karena itu, ia tetap mempertimbangkan masalah HAM seseorang untuk tetap hidup.
“Walaupun ini wilayah hukum nasional kita. Ini penundaan bagian dari kompromi-kompromi harus dijawab oleh kejaksaaan. Menurut saya, harus mempetimbangan banyak hal. Apalagi dalam konteks ini ada untuk masalah HAM. Dalam konteks susah itu prosedurnya sesuai atau tidak,” ucap Desmon.
Senada dengan Desmond, Kriminolog dari Universitas Indonesia Iqrak Sulhin menganggap hal tersebut menjadi tanda bahwa pemerintah Indonesia tidak mau berpikir. "Eksekusi mati ini merupakan bentuk negara yang tidak mau berpikir. Mau simpelnya saja, tidak mau berpikir mengenai pencegahan," ujar Iqrak.
Menurut Iqrak, hal tersebut benar-benar melanggar hak asasi manusia (HAM). Selain itu, ia pun menilai hukuman mati ini tidak dapat diperbaiki apabila nantinya terbukti bahwa sang terpidana tidak melakukan kesalahan atau adanya kecacatan dalam hukum. "Karenanya, saya lebih setuju apabila para terpidana tersebut diberikan hukuman penjara seumur hidup," tandas Iqrak. (jpnn)