ICC Tutup Kasus Kejahatan Israel
jpnn.com - DEN HAAG - Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bisa jadi telah melakukan kejahatan perang saat menyerang Mavi Marmara pada 31 Mei 2010. Tetapi, serangan yang merenggut sembilan nyawa itu tidak cukup kuat menyeret Israel ke meja hijau. Demikianlah keputusan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) kemarin (6/11).
Jaksa Fatou Bensouda menyatakan bahwa serangan IDF di atas kapal yang mengangkut sukarelawan dan pekerja sosial tersebut tidak bisa menjadi dasar bagi ICC untuk menyeret Israel ke meja hijau. 'Tanpa mengecilkan dampak dan seriusnya dugaan kejahatan IDF saat itu, kami mengacu pada Statuta Roma yang mewajibkan ICC mengutamakan kasus yang melibatkan sejumlah besar massa,' ujarnya.
Namun, menurut ICC, informasi resmi yang sifatnya faktual dan legal tentang serangan 31 Maret 2010 tersebut bisa menjadi bukti kejahatan perang IDF. Sebab, ketika itu IDF melancarkan serangan membabi buta kepada para penumpang Mavi Marmara yang tidak bersenjata. Tanpa ampun, IDF menghajar para penumpang yang berasal dari berbagai negara tersebut.
Meski tanpa senjata, para penumpang kapal tujuan Jalur Gaza itu melawan. Bentrok tidak imbang pun terjadi. Akibatnya, delapan warga Turki dan seorang warga Turki-Amerika tewas. Sementara itu, belasan lainnya terluka. Insiden tersebut menyedot perhatian dunia. Selama beberapa waktu, Israel menjadi sasaran amarah masyarakat internasional, terutama Turki yang kehilangan delapan warganya.
Kritik dan kecaman terhadap Israel terkait dengan insiden Mavi Marmara itu akhirnya masuk ranah hukum tahun lalu. Itu terjadi setelah Komoros, salah satu negara kecil di Benua Afrika, mengajukan gugatan. Sebab, kapal yang mengangkut aktivis dan sukarelawan dari berbagai negara serta mengusung bantuan untuk penduduk Palestina di Gaza tersebut berlayar dengan menggunakan bendera Komoros.
Kemarin Israel menyambut baik keputusan ICC. Terutama keputusan menutup kasus tersebut. 'Ini membuktikan bahwa kasus itu hanyalah rekayasa hukum dan politik semata,' klaim Kementerian Luar Negeri Israel dalam keterangan tertulisnya. Israel menegaskan bahwa aksi IDF pada 31 Maret 2010 tersebut merupakan bagian dari upaya bela diri semata.
Sementara itu, Ramazon Ariturk tidak puas dengan keputusan ICC terkait dengan insiden Mavi Marmara tersebut. Pengacara asal Turki yang mewakili keluarga korban itu bakal naik banding. 'Ini perjuangan moral yang kami lakukan sendiri. Ini perjuangan hukum, perjuangan atas nama kemanusiaan. Dan, perjuangan ini belum berakhir,' tandasnya dari Kota Istanbul, Turki. (AP/AFP/BBC/hep/c20/ami)