ICW Tuding DPR Inkonsisten Gunakan Angket, Nih Alasannya
jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai DPR tidak konsisten dalam menggunakan hak angket. Dia mencontohkan, seharusnya setelah memberikan rekomendasi seperti di kasus Bank Century dan Pelindo II, DPR melanjutkan dengan menggunakan hak menyatakan pendapat.
"Tapi, ini hanya berhenti dan merekomendasikan ke penegak hukum," kata Tama dalam diskusi bertema KPK: Isu, Fakta dan Cerita di Jakarta, Sabtu (23/9).
Namun, anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) Masinton Pasaribu menepis tudingan itu. Menurutnya, DPR tidak melakukan tindakan projustitia, tapi justru memudahkan penegak hukum mengungkap tindak pidana korupsi di institusi.
Karena itu, DPR menyerahkan rekomendasi kepada pemerintah. Rekomendasi DPR juga diserahkan kepada lembaga penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
"Tapi, KPK-nya tidak jalan. Padahal, sudah dipermudah. Nah, Century, Pelindo II tidak dikerjakan padahal sudah dibantu institusi politik DPR. Penginnya cuma OTT (operasi tangkap tangan, red),” kata Masinton dalam diskusi itu.
Sedangkan pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar punya pendapat berbeda. Menurutnya, jika DPR menganggap KPK tak bisa mengungkap tindak pidana korupsi maka seharusnya para wakil rakyat mendorong lembaga antirasuah itu menyerahkan penanganan kasusnya ke kepolisian atau kejaksaan.
"DPR punya kesempatan untuk meminta agar diberikan ke yang lain (kepolisian dan kejaksaan, red),” ungkap Fickar.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan, kalau KPK kesulitan mengungkap sebuah kasus korupsi, maka semestinya bisa melimpahkannya ke kepolisian dan kejaksaan. "Jangan kemudian disorot di DPR," kata sekjen PPP yang juga anggota Pansus Angket KPK itu.(boy/jpnn)