IHSG dan Rupiah Berpotensi Lanjutkan Penguatan
jpnn.com - JAKARTA - Bursa saham India langsung berlari kencang pasca pelaksanaan pemilihan presiden baru yang berlangsung tertib dan lancar.
Saat ini bursa saham di negara berpenduduk terbanyak kedua setelah Tiongkok itu mencatatkan pertumbuhan tertinggi di dunia sebesar 21,37 persen sejak awal tahun 2014 sampai dengan Selasa (08/07).
Bursa saham Indonesia bukan tidak mungkin merealisasikan hal yang sama. Sampai dengan Selasa (08/07), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah naik 17,56 persen atau berada di urutan ketiga tertinggi dunia di bawah bursa India dan Filipina (17,97 persen).
"Dalam hubungannya dengan pemilu, jarang sekali ada dampak buruk ke pasar saham dan rupiah. Sebaliknya, selalu memberikan dampak positif," ucap Pengamat Pasar Modal dari Universitas Airlangga, Leo Herlambang, kepada Jawa Pos, kemarin.
Syarat utamanya adalah seluruh rangkaian dari pesta demokrasi ini berlangsung aman, tertib, dan lancar. Harapan akan terwujudnya pemilu seperti ini sudah ditunjukkan oleh para pelaku pasar sejak beberapa hari belakangan ini sehingga IHSG terangkat ke level psikologis 5.000 dan nilai tukar Rupiah yang sempat menyentuh batas tertinggi di level 12.000 per dolar Amerika Serikat (USD) sampai dengan Selasa (08/07) terus menguat ke level 11.695 per USD.
"Kita harus jujur memang melihat reaksi pasar yang lebih senang jika pasangan Jokowi - JK menang di pilpres. Kalau terbukti nanti pada 22 Juli ternyata menang, market akan berlanjut dan tidak sampai 10 hari saya kira bisa ke level 5.400," ungkapnya.
Begitu juga dengan nilai tukar Rupiah. Leo meyakini dalam konteks situasinya sesuai ekspektasi maka akan terus melanjutkan penguatan. Sebab, menurutnya, menguat atau melemahnya Rupiah tergantung psikologis pasar.
"Tergantung optimisme pasar. Harga itu kan memang psikologis, tidak riil. Contohnya saat rupiah tembus ke batas tertinggi di level 12.000 itu kan dipersepsikan bersamaan dengan menurunnya elektabilitas Jokowi saat itu," kata dia.
Level penguatan Rupiah hanya perlu dikontrol sampai batas tertentu yang dinilai sebagai titik yang diinginkan terutama untuk kepentingan pasar.
"Bahkan misalnya BI (Bank Indonesia) berkepentingan agar Rupiah menguat pun, ini timingnya. Sebab optimisme pasar sedang tinggi sehingga lebih cepat responnya," kata Leo yang juga salah seorang informan kepada BI.
Di luar dari siapapun yang menang, kata Leo, sesungguhnya IHSG dan Rupiah sama-sama tetapi berpotensi menguat. Yang terpenting syarat aman, tertib, dan lancar sesuai harapan itu tetap terwujud.
Hanya saja, disayangkan saat ini berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) sementara terjadi perbedaan versi sehingga masing-masing pihak mengklaim sebagai pemenang sementara. "Klaim-klaiman ini akan jadi pemikiran orang. Pasti ada yang takut," ucap Leo.
Ketakutan dimaksud merujuk pada kekhawatiran salah satu pihak yang tidak bisa menerima kekalahan. Dampaknya bisa negatif.
"Sekarang kan investor yang sudah masuk ke bursa saham, katakan lah investor asing nilainya sekitar Rp 46 triliun. Mereka sejak lima bulan lalu indikasinya belum keluar. Kalau sahamnya tidak naik lagi, mereka juga rugi. Jadi mereka cari momen untuk exit (keluar) karena hajatannya sudah selesai," ulasnya.
Memang momen keluar itu berpotensi tidak terealisasi dan akan terjadi sebaliknya jika pemenang pilpres sesuai dan situasinya juga sesuai ekspektasi. "Tapi melihat masing-masing punya reason atas hasil quick countnya sekarang dan bersikukuh, orang perlu hati-hati juga," pikirnya.
Meski begitu, dalam jangka pendek setidaknya sampai hari ini Leo memerkirakan IHSG masih akan naik sebagai dampak euforia dari pilpres kemarin. Begitu juga dengan nilai tukar Rupiah yang masih berpotensi menguat.(gen)